Desa Adat Bayan Dukung Deportasi Wisman yang Foto Telanjang di Pohon Sakral Kayu Putih 

Denpasar, Baliglobalnews

Tindakan tegas Gubernur Bali, Wayan Koster, yang memerintahkan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia Wilayah Bali mendeportasi  terhadap warga negara asing (WNA) yang membuat foto telanjang di pohon yang disucikan oleh Krama Desa Adat Bayan, Desa Tua, Kecamatan Marga, Tabanan mendapatkan apresiasi dari Petajuh I Bidang Adat, Agama, Seni Budaya, Tradisi dan Kearifan Lokal Bali Majelis Desa Adat Provinsi Bali, I Gusti Made Ngurah, bersama Bendesa Adat Bayan, I Wayan Negeriawan.

Menurut Gusti Made Ngurah, tindakan deportasi tersebut adalah kebijakan yang bagus untuk memberikan efek jera kepada wisatawan yang berbuat tidak etis di Pulau Dewata, guna terwujudnya pariwisata Bali yang berkualitas dengan menjaga martabat keluhuran kebudayaan Bali.

Menurut Gusti Made Ngurah, kasus WNA yang bertindak tidak etis di tempat yang disakralkan oleh krama Bali harus dijadikan pembelajaran oleh semua stakeholder, termasuk di dalamnya ada pelaku pariwisata (pemandu), pengelola destinasi wisata, pemerintah yang membidangi kepariwisataan, hingga pemerintahan desa serta desa adat.

Pembelajaran itu, kata dia, dimana wisatawan yang berkunjung ke Bali tidak tahu tentang tempat yang disakralkan oleh warga setempat, akibat sedikitnya wawasan mereka tentang kebudayaan Bali yang sifatnya sakral dan non sakral. “Kasus ini menjadi momentum untuk kita semua, khususnya pelaku pariwisata dan pemerintah yang membidangi pariwisata untuk hadir di tengah – tengah wisatawan yang datang ke Bali dengan memberikan informasi yang akurat terkait destinasi wisata yang mana saja boleh dikunjungi dan mana saja yang tidak boleh dilakukan di Bali, guna menimalisir terjadinya kasus pelecehan terhadap simbol – simbol keagamaan Hindu di Pulau Dewata,” ujarnya Minggu (8/5).

Untuk itu, lanjutnya, pemerintah yang membidangi kepariwisataan, termasuk pihak Imigrasi harus segera mengumpulkan pelaku pariwisata seperti pemandu wisata hingga pengelola destinasi wisata dan lainnya untuk memberikan mereka pemahaman agar kasus seperti ini tidak kembali terulang lagi.

“Harus ada penyatuan persepsi untuk menjaga kawasan suci di Bali yang menjadi daya tarik wisata, apakah nanti informasi ke wisatawan itu melalui informasi digital, ataupun informasi secara langsung dari guide-nya, hingga papan informasi di obyek wisata, sehingga para wisatawan mengerti dan ada batasannya bahwa ketika mereka ingin melihat keindahan objek wisata spiritual, para wisatawan ini hanya bisa melihatnya cukup dari halaman luar saja atau nista mandala,” pungkasnya.

Sementara untuk desa adat, Ngurah menyebut akan kembali melakukan sosialisasi ke desa sdat di Bali terkait Peraturan Gubernur Bali Nomor 25 Tahun 2020 tentang Fasilitasi Pelindungan Pura, Pratima, dan Simbol Keagamaan dengan tujuan untuk terciptanya Perarem yang melindungi Pura, Pratima dan Simbol Keagamaan.

“Sekarang pandemi Covid-19 sudah melandai, Kami di MDA akan kembali mengenjot sosialiasi Peraturan Gubernur Bali Nomor 25 Tahun 2020 agar segera Desa Adat di Bali memiliki perarem tersebut,” katanya.

Sedangkan Bendesa Adat Bayan, I Wayan Negeriawan, menyebut deportasi yang dilakukan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM) Republik Indonesia Wilayah Bali kepada wisman atas nama Alina Fazleeva dan Amdrei Fazleev asal Kewarganegaraan Rusia adalah keputusan yang sangat disetujuinya. Pasalnya, tindakan ini telah membuat krama di Desa Adat Bayan harus melaksanakan upacara mecaru dan guru piduka.

(bgn003)22050815

deportasidesaadatbuyantabanan
Comments (0)
Add Comment