Denpasar, Baliglobalnews
Penyelenggaran pilkada serentak di tengah masa pandemi Covid-19 masih mengundang pro dan kontra. Yang kontra, beralasan kesehatan masyarakat jauh lebih penting daripada pilkada. Bahkan seorang profesor berpendapat Bali harus lockdown, karena Covid-19 belum turun, bahkan pasien positif cenderung meningkat.

Dekan Fisipol Universitas Ngurah Rai, Gede Wirata, menilai memang riskan menyelenggarakan pilkada di dalam situasi pandemik Covid-19 ini. ”Namun demikian, siapa yang berani memberikan jaminan kapan akan beraekhir pandemik ini. Tidak ada satu ahli pun atau negara, bahkan WHO tidak berani menjamin kapan pandemi ini akan berakhir,” kata Wirata ketika dimintai tanggapan atas pro dan kontra tersebut Minggu (27/9).

Wirata meyakini pemerintah yang telah mengeluarkan kebijkanan bahwa penyelenggaraan pemilu atau pilkada tetap dilaksanakan tentu sudah disertai dengan berbagai pertimbangan. ”Pilkada tahun ini tentu berbeda dengan pilkada-pilkada sebelumnya. Sekarang ada yang disebut dengan protokol kesehatan. Ini yang pertama dan utama, sehingga siapa pun nanti harus mematuhi aturan-aturan yang telah dikeluarkan oleh baik itu penyelenggara pemilu maupun pemerintah untuk meminimais keragu-raguan masyarakat berkaitan dengan penyelenggaraan pilkada,” katanya.
Ayah empat anak itu menilai Bali masih cukup terkendali. Jika dibandingkan dengan daerah lain, kata dia, masyarakat Bali masih patuh dengan aturan-aturan yang dikeluarkan pemerintah, walaupun tidakseratur persen. ”Masih ada riak-riak kecil yang melakukan pelanggaran, tetapi tetap bisa diminimais. Artinya, pihak penyelenggara tidak boleh lengah. Jadi penyelenggara harus terus memberikan edukasi, baik kepada peserta itu sendiri maupun masyarakat, terutapa para pendukungnya. Jadi dalam hal ini peserta itu sendiri, calon-calon pemimpin ini bagaimana memberikan edukasi kepada pendukungnya. Memberikan keyakinan kepada pendukungnya. Apalah artinya ada euforia pada saat pendaftaran, pada saat kampanye, kemudian pada saat pencoblosan tidak hadir. Harus dibalik. Saat kampanye masyarakat bolehlah tidak hadir, tapi pada saat pencoblosan wajib hadir. Jadi, berian edukasi-edukasi seperti itu,” katanya.
Untuk itu, dia memandang calon pemimpin mememiliki peran yang relevan juga memberikan edukasi tentang kesehatan itu sendiri, bagaimana menyadarkan masyarakat untuk menjaga kesehatan, menjaga imun, sehingga pada 9 Desember 2020 bisa fit untuk datang ke TPS. ”Jadi hal seperti ini jangan sepenuhnya diserahkan kepada pemerintah dan penyelenggara pemilu. Itu tidak fair. Kalau memang ingin pilkada berjalan seperti harapan kita, semua stakeholer harus mempunyai pemahaman yang sama, sehingga masyarakat merasa aman dan nyaman,” katanya.
Karena itu, Wirata menyatakan pilkada jalan terus. ”Tentu dengan protokol kesehatan yang ketat, utamanya penyelenggara di lapangan dari protokol kesehatan benar-benar diperhatikan. Pakai masker, field shield dan sebagainya untuk mengantisipasi. Ini penting karena penyelenggara pemilu garda terdepan,” katanya.
Dalam penyelenggaran pilkada ini, Wirata juga menyarankan agar memanfaatkan potensi yang ada di desa adat. ”Saya yakin dan percaya pecalang itu masih sangat dihormati dan disegani bukan karena galak. Sepertinya ada wibawa dari kostum pecalang itu,” katanya. (bgn/din)20092717