DPRD Bali Apresiasi Gubernur atas Raperda Perlindungan Tumbuhan dan Satwa
Denpasar, Baliglobalnews
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali mengapresiasi pendapat Gubernur Bali atas Raperda Perlindungan Tumbuhan dan Satwa Liar di Pulau Dewata. Hal itu terungkap dalam rapat paripurna ke-25 Masa Persidangan II Tahun 2022 di Ruang Sidang Utama Sekretariat DPRD Provinsi Bali, pada Senin (29/8).
Sidang paripurna yang dipimpin Ketua DPRD Bali, I Nyoman Adi Wiryatama didampingi Wakil Ketua DPRD Bali Nyoman Sugawa Kory, itu turut dihadiri Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati. Dimana tanggapan Dewan dibacakan Anggota Komisi I DPRD Bali, Made Rai Warsa, mengucapkan terima kasih kepada Gubernur, karena menyambut baik inisiatif dewan dalam penyusunan Raperda Bali tentang, Perlindungan Tumbuhan Dan Satwa Liar.
“Kami sepakat dan dapat menerima masukan untuk penyempurnaan aspek teknis penyusunan (legal draffting) dan substansi,” kata Rai Warsa.
Dalam tanggapan Dewan, ada lima legal draffting dan substansi yang disampaikan yakni, aspek legal draffting dan teknis penyusunan Raperda, merumuskan norma delik larangan, pengaturan partisipasi masyarakat, diberikannya peran masyarakat pengembangan tumbuhan dan satwa, serta penggunaan atau pemanfaatan tumbuhan dan satwa supaya tidak diatur dalam Raperda melainkan dalam awig-awig atau perarem Desa Adat atau Banjar adat.
Usai sidang, Ketua DPRD Bali, I Nyoman Adi Wiryatama, terkait Pandangan Umum Fraksi terhadap Raperda tentang tata cara penyelenggaraan cadangan pangan Provinsi Bali, menjelaskan hal ini penting karena daerah pertanian di Bali perlu dilindungi.
“Seperti di Denpasar, daerah pertanian kita semakin berkurang. Sehingga pasti ada yang surplus dan minus. Jadi nantinya ada regulasi pengaturan bagaimana pangan ini bisa merata,” katanya.
Sesuai visi Bangun Sat Kertih Loka Bali, kata dia, agar tata titi di Bali tetap terjaga dan teratur, artinya bagaimana berkeseimbangan alam dengan isinya. Seperti tanaman langka yang digunakan untuk kegiatan upacara ritual.
“Nantinya akan ada daftar dan konsepkan bagaimana pohon yang ditebang wajib ditanam lagi. Seperti contoh, saat menebang bambu, bagaimana dilakukan upaya penanam ditempat lain. Sehingga, tetap terjaga di Bali,” katanya.
Ke depan, lanjutnya, agar Pulau Bali ini tetap tumbuh rimbun pohon dan tetap ada tanaman berbuah, serta berbunga. Demikian juga hewan, perlu adanya ekosistem yang wajib dilindungi. Seperti, tidak boleh menembak atau berburu burung. Kecuali atas seizin adat.
“Saya contohkan, ada kelompok berburu masuk ke lahan orang yang di lahan itu ada hewan peliharaan sapi. Saat mendengar tembakan, pasti akan membuat sapi kabur. Kecuali, hewan yang diburu menjadi hama,” katanya.
Sementara Wakil Gubernur Bali, Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati, mewakili Gubernur mengatakan tidak bisa dimungkiri saat ini banyak alih fungsi lahan, meski sudah ada Perda RTRW. Namun, ada kuantitas yang berkurang, sehingga ini perlu diatur.
“Jadi saya memberikan apresiasi pandangan umum seluruh fraksi atas Raperda Provinsi Bali tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi,” katanya.
Dia menjelaskan, terkait jawaban pandangan umum seluruh fraksi atas Raperda tentang Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi, pihaknya mengapresiasi atas dukungan untuk mempercepat ditetapkannya Perda, sebagai pedoman dalam Penyelenggaraan Cadangan Pangan di Provinsi Bali.
“Dukungan baik anggaran dan bentuk lainnya di sektor pertanian sangat diperlukan agar pengelolaan cadangan pangan Pemerintah Provinsi dapat diselenggarakan secara optimal,” katanya.
Selain beras, kata Cok Ace, jenis pangan pokok tertentu lainnya seperti ubi kayu, ubi jalar, jagung, kedelai, dan sebagainya dapat digunakan sebagai cadangan pangan dan akan diakomodir dalam Raperda. Dan untuk, jumlah Cadangan Beras Provinsi Bali sesuai perhitungan Permentan Nomor 11 Tahun 2018 sebanyak 429 ton.
“Untuk meningkatkan kualitas beras dilaksanakan penerapan usaha tani yang baik dan benar sesuai dengan anjuran Good Agricultural Practies (GAP). Sehingga akan dapat meningkatkan produktivitas padi. Dalam menekan terjadinya alih fungsi lahan dilakukan melalui penerapan lahan pertanian pangan berkelanjutan dan mengacu pada RTRWP, ” katanya.
Terkait Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP), Pemerintah Provinsi telah melakukan sosialisasi dan penyuluhan agar petani bersedia mengikuti program Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) yang merupakan program Pemerintah Pusat. Pemerintah Pusat melalui Direktur Pembiayaan Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian melaksanakan Asuransi Usaha Tani Padi (AUTP) pada Tahun 2015 di Provinsi Bali mencakup realisasi luas lahan sebesar 6.087,84 ha, tahun 2016 realisasi luas lahan sebesar 21.510,25 ha, tahun 2017 dengan luas lahan sebesar 17.341,24 ha, tahun 2018 dengan target dari pusat seluas 30.000 ha dan realisasi yang dicapai hanya seluas 5.236,60 ha, tahun 2019 target pusat seluas 15.00 ha dan tercapai realisasi sebesar 13.833,66 ha. Untuk tahun 2020 target yang diberikan pusat seluas 20.000 ha dengan realisasi seluas 26.529,58 ha, sedangkan untuk tahun 2021, target yang diberikan seluas 32.000 ha, di refocusing kembali oleh pusat menjadi seluas 4.000 ha saja, hal ini disebabkan karena adanya wabah pandemi Covid-19
“Untuk penetapan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) untuk harga beras dalam Raperda adalah sesuai dengan harga yang ditetapkan oleh pemerintah. Apabila pemerintah tidak menetapkan HPP maka terkait HPP akan ditetapkan dengan Keputusan Gubernur,” katanya.
Untuk keberhasilan dan manfaat bagi masyarakat terkait pengelolaan cadangan pangan diatur persyaratan yang harus dipenuhi dan akan ditegaskan kembali dengan perjanjian kerjasama pihak yang akan ditunjuk sebagai pengelola pangan khususnya beras yang sudah diadakan.
“Kami setuju untuk menghapus frase tata cara karena tidak mengurangi makna, sehingga judul Raperda menjadi Penyelenggaraan Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi,” pungkasnya.
Untuk pengaturan cadangan pangan dihilir terkait produksi, sedangkan proses di hulu terkait budidaya sudah menjadi pertimbangan untuk pengadaan cadangan pangan. Pangan yang dikelola dalam bentuk cadangan pangan yaitu pangan produk hilir yang telah dilakukan penanganan pasca panen. Dalam hal terjadi ketidakstabilan harga pangan pokok, penetapan jenis pangan pokok lainnya adalah termasuk pangan pokok selain beras sesuai dengan potensi daerah.
“Pengaturan cadangan pangan tingkat provinsi dan oleh masing-masing kabupaten/kota diatur dalam bentuk Perda sesuai amanat PP Nomor 17 Tahun 2015 tentang Ketahanan Pangan dan Gizi,” ucapnya.
Pengadaan Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi diperoleh melalui pembelian produksi dari dalam daerah dengan mengutamakan produksi petani daerah yang aman dan bermutu. Pengelolaan Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi akan bekerjasama dengan Badan Usaha Milik Daerah, BUM Desa, BUPDA, lembaga usaha masyarakat, dan/atau koperasi dituangkan dalam bentuk perjanjian kerja sama dengan persyaratan memiliki gudang penyimpanan dengan kapasitas dan standar penyimpanan sesuai ketentuan dan memiliki kemampuan manajerial pengelolaan Cadangan Pangan berdasarkan hasil penilaian tim yang ditugaskan secara khusus oleh Perangkat Daerah.
“Dengan dukungan dari berbagai stakeholder maka Sistem Informasi Cadangan Pangan diharapkan menjadi pengembangan sistem peringatan dini terhadap masalah pangan,” jawabnya.
Pihaknya setuju untuk melibatkan peranan masyarakat dalam mewujudkan Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi Bali. Kemudian, pengenaan sanksi terhadap pelaku usaha pangan yang dengan sengaja menimbun atau menyimpan dalam pengelolaan pangan sudah diatur dalam UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Dan, terkait penganggaran registrasi kebun selain bersumber dari APBD juga dari APBN.
“Dalam peningkatan perhatian terhadap keberadaan para petani dan nelayan sebagai sumber produksi pertanian dan perikanan yang mendukung ketahanan pangan daerah, secara bersinergi telah dilaksanakan fasilitasi dan pembinaan terhadap petani untuk ketersediaan cadangan pangan,” jelasnya.
Kemudian, regulasi terhadap produk pangan yang mengatur terkait Harga Eceran Tertinggi (HET) diatur dengan Permendag. Kemudian, pengaturan pasca pengadaan yaitu pengelolaan cadangan pangan diatur dalam perjanjian kerjasama untuk menjaga kualitas mutu cadangan pangan agar memenuhi standar mutu pangan sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan.
Lebih lanjut, untuk pelaksanaan cadangan dan budi daya pangan selain beras misal sorgum harus dilakukan dengan melakukan identifikasi kesesuaian lokasi dan agroklimat untuk pengembangan komoditi lainnya sebagai potensi cadangan pangan. (bgn008)22082907