Fraksi-fraksi DPRD Bali Dukung Raperda Bale Kertha Adhyaksa

Denpasar, Baliglobalnews

Fraksi-fraksi DPRD Bali meliputi Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, dan Fraksi Partai Demokrat–Nasdem) mendukung Raperda Bale Kertha Adhyaksa guna menjembatani mediasi dan musyawarah sebagai garda depan penyelesaian perkara adat.

Hal itu mengemuka dalam rapat paripurna ke-31 yang dipimpin Ketua DPRD Bali Dewa Made Mahayadnya didampingi Wakil Ketua I DPRD Bali I Wayan Disel Astawa dan Wakil Ketua III DPRD I Komang Nova Sewi Putra dihadiri Gubernur Bali Wayan Koster dan Wakil Gubernur I Nyoman Giri Prasta di Wisma Sabha, Kantor Gubernur Bali, Denpasar, pada Senin (11/8/2025).

I Gusti Ngurah Gede Marhaendra Jaya yang membacakan pandangan umum Fraksi PDI Perjuangan, Fraksi Partai Golkar, dan Fraksi Partai Demokrat–Nasdem, mengapresiasi penyampaian Raperda Bale Kertha Adhyaksa oleh Gubernur. “Masyarakat Bali memiliki karakteristik warisan budaya serta kearifan lokal dalam penyelesaian perkara yang dapat diimplementasikan untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, yang dalam praktek dewasa ini disebut sebagai prinsip keadilan restoratif,” katanya.

Dia menyatakan pengakuan terhadap hukum adat sebagai salah satu sumber hukum sah memberikan legitimasi bagi penerapan sanksi berbasis adat, sepanjang sejalan dengan nilai Pancasila, prinsip hak asasi manusia, dan ketentuan konstitusional. “Hukum adat adalah mother of law bagi bangsa Indonesia, sebuah warisan luhur dengan karakteristiknya yang khas, dan telah mengakar serta menjadi bagian tak terpisahkan dari denyut kehidupan masyarakat,” katanya.

Dia menjelaskan, pembentukan Bale Kertha Adhyaksa dipandang sebagai forum mediasi yang memfasilitasi penyelesaian perkara adat, pidana ringan, dan konflik sosial secara damai melalui kerja sama dengan kejaksaan, kepolisian, perangkat desa, dan pecalang. “Mekanisme ini diharapkan memulihkan hubungan antar pihak melalui musyawarah, bukan peradilan formal,” katanya.

Bale Kertha Adhyaksa, kata dia, bukan untuk menempatkan Kerta Desa Adat di bawah subordinasi, melainkan membangun kemitraan fungsional yang saling melengkapi.

Lembaga ini berperan memfasilitasi dan menguatkan pelaksanaan hukum adat secara terukur dan terintegrasi, sementara Kerta Desa Adat tetap memegang kewenangan penyelesaian perkara sesuai tradisi dan norma adat setempat.

Marhaendra Jaya juga mengapresiasi langkah Gubernur Bali dan Kepala Kejaksaan Tinggi Bali yang telah melakukan sosialisasi Raperda ke sembilan kabupaten/kota di Bali. Proses ini dinilai sesuai prinsip partisipasi masyarakat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011, sehingga rancangan kebijakan memiliki landasan dan parameter yang jelas, lahir dari kebutuhan hukum, sosial, dan aspirasi masyarakat secara menyeluruh.

Fraksi Gerindra-PSI DPRD Bali yang dibacakan Gede Harja Astawa memandang masih perlu ada perhatian serius terhadap aspek tata laksana dalam Raperda tersebut, khususnya bagaimana pelaksanaan Perda, sehingga secara prosedural tidak menimbulkan konflik kepentingan dan saling mengambil wilayah kerja antarlembaga. “Kami berharap agar Raperda ini dapat menjawab tantangan tersebut sehingga peran desa adat sebagai penyelesaian sengketa adat dapat berjalan efektif tanpa membebani desa adat secara berlebihan,” katanya.

Dia mengingatkan pentingnya sinergi dengan lembaga desa adat yang sudah ada dan memastikan anggaran desa adat tidak berkurang akibat penambahan tugas baru.

Sementara Gubernur Bali Wayan Koster ditemui usai sidang mengatakan Raperda Provinsi Bali tentang Bale Kertha Adhyaksa dipastikan rampung tepat waktu dan siap berlaku mulai Januari 2026. Menanggapi pertanyaan soal raperda ini yang terkesan ingin disahkan cepat, Koster menegaskan percepatan pembahasan dilakukan karena materi sudah melalui kajian mendalam dan mendapat kesepakatan bersama dengan DPRD Bali. “Karena satu, materinya memang sudah matang. Dan sudah sepakat dengan DPRD, fraksinya, komisinya, sudah sepakat. Materi juga sudah saya dalami betul, sampai malam-malam. Dari pengalaman saya legislasi, ini oke,” katanya.

Koster menjelaskan, Bale Kertha Adhyaksa bukanlah unsur lembaga desa adat, melainkan wahana pendampingan yang berada di wewidangan desa adat. Unsur lembaga desa adat tetap hanya terdiri dari prajuru desa, saba desa, dan kertha desa.

Menurut dia, lembaga ini bersifat baru dan diakui secara hukum. Berbeda dengan kertha desa yang menegakkan hukum adat melalui awig-awig dan pararem, Bale Kerta Adyaksa tidak mengambil alih peran tersebut. Lembaga ini akan menangani berbagai persoalan ringan di desa adat, baik yang bersifat pidana maupun perdata, sehingga tidak perlu berlanjut ke proses pengadilan.

“(Bale Kertha Adyaksa) lembaga baru. Ini akan menyelesaikan persoalan dan diakui dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2023. Jadi begitu selesai dia di lembaga ini, ya dia tidak lagi berlanjut ke hukum pengadilan,” jelasnya. (bgn008)25081110

fraksifraksidprdbaliranperda
Comments (0)
Add Comment