DPRD Bali Siap Dampingi Federasi Serikat Pekerja Mandiri Terkait PHK Enam Pekerja APS

Denpasar, Baliglobalnews

Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali siap mendampingi Federasi Serikat Pekerja Mandiri (FSPM) Regional Bali, terkait adanya enam pekerja PT Angkasa Pura Supports (APS) harus menghadapi pemutusan hubungan kerja (PHK) setelah melakukan mogok kerja.

Ketua Komisi IV DPRD Bali I Nyoman Suwirta didampingi anggota dewan dan Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) dan Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bali Ida Bagus Setiawan menjelaskan dewan berkomitmen menindaklanjuti kasus PHK sepihak yang dialami enam pekerja PT APS akibat aksi mogok kerja. “Kasus ini erat kaitannya dengan sistem outsourcing yang diberlakukan akibat kebijakan pemerintah mengenai tenaga kerja kontrak di BUMN. Karena inikan mirip-mirip dengan penyedia tenaga outsourcing ya akibat peraturan pemerintah kemarin, jadi pemerintah termasuk BUMN tidak boleh mempekerjakan tenaga kontrak atau tenaga non-ASN ya, maka mereka direkrut oleh perusahaan namanya Perum Angkasa Pura Supports (APS),” kata Suwirta di Ruang Rapat Gabungan Lantai III, Gedung DPRD Provinsi Bali, pada Selasa (18/3/2025).

Bupati Klungkung periode 2013-2018 dan 2018-2023 memastikan permasalahan ini akan segera ditindaklanjuti. Langkah pertama yang akan diambil adalah meminta Disnaker dan pengawas ketenagakerjaan untuk mendalami kembali kasus ini. “Karena tadi ada beberapa yang tidak match ya dengan yang disampaikan kemarin, mungkin terkait masa kerja mereka misalnya kan dari laporan ada mengatakan dari perusahaan mengatakan 3 tahun, padahal kata mereka sudah kerja puluhan tahun,” jelasnya.

Selain itu, kata dia, DPRD Bali juga akan berkoordinasi dengan PT APS pusat yang berkantor di Jakarta untuk mencari solusi terbaik. Suwirta menilai pekerja yang di-PHK memiliki pengalaman dan sertifikasi yang penting bagi perusahaan, sehingga perlu dipertimbangkan untuk dipekerjakan kembali. “Saya tadi tanya mereka yang di PHK, ingin bekerja lagi atau tidak? ketika mereka mengatakan ingin bekerja maka upaya kami untuk mempekerjakan mereka adalah tentunya berkoordinasi dengan pihak perusahaan yang ada di pusat,” katanya.

Dia mengatakan apabila perusahaan tidak bisa hadir langsung di Bali, maka pihaknya akan mengadakan pertemuan secara daring dan melakukan segala usaha untuk dapat bertemu dan berbicara secara kekeluargaan.

Sementara Sekretaris FSPM Regional Bali Ida Dewa Made Rai Budi Darsana dalam audiensinya menyampaikan sejumlah tuntutan kepada DPRD Bali. “Kami meminta agar DPRD memanggil Direksi PT APS untuk menjelaskan alasan di balik PHK sepihak terhadap enam pekerja, termasuk Made Dodik Satriawan, yang hanya menjalankan hak mogok kerja sesuai dengan aturan,” katanya.

Selain itu, serikat pekerja juga menuntut Disnaker Bali untuk mengevaluasi hasil investigasi mereka, karena keputusan yang menyatakan mogok kerja tidak sah dinilai tidak mencerminkan keadilan bagi pekerja yang telah dipecat. FSPM juga mendesak pengawas ketenagakerjaan untuk memberikan sanksi kepada perusahaan yang tidak membayarkan upah dan tidak menyediakan peraturan perusahaan kepada pekerja, padahal status pekerja masih aktif karena masih dalam proses perselisihan industrial.

Menurut Rai, mogok kerja yang dilakukan oleh pekerja sudah sesuai dengan prosedur yang diatur dalam perundang-undangan, terutama dalam Kepmenaker Nomor Kep.232/Men/2003, yang menyatakan bahwa pemberitahuan mogok kerja harus dilakukan paling lambat tujuh hari sebelum pelaksanaan. Para pekerja telah memenuhi ketentuan ini, namun tetap dinyatakan melakukan mogok kerja yang tidak sah.

Sementara Kadisnaker dan ESDM Bali Ida Bagus Setiawan menanggapi kritik terkait kinerja pengawas ketenagakerjaan dalam menangani kasus PHK enam pekerja PT APS. Dia menegaskan pengawas ketenagakerjaan telah menjalankan tugasnya sesuai dengan kewenangan yang ada, namun dihadapkan pada keterbatasan data lapangan. “Pengawas itu kan sudah melakukan tugasnya sesuai dengan kewenangan sesuai dengan visinya, hanya mendapatkan data, data lapangan ya ini, baik dari teman-teman dinas Kabupaten Badung, kemudian dari teman-teman tenaga kerja, itu terbatas,” ujarnya.

Setiawan menjelaskan ketika pihaknya memfasilitasi pertemuan dengan serikat kerja pada aksi damai sebelumnya, dia sudah meminta agar data yang diberikan lebih lengkap untuk mendukung analisis yang komprehensif. Pihaknya menyoroti bahwa inti permasalahan bukan sekadar aksi mogok kerja, melainkan proses yang mendahuluinya. “Bukan di aksi mogoknya, mogok itu kan karena reaksi kan, karena apa? Saat proses mediasi di tingkat kabupaten tidak terjadi kesepakatan,” katanya.

Menurut dia, permasalahan ini berkaitan dengan perubahan regulasi perusahaan.

Terkait masa kerja pekerja yang di-PHK, Disnaker Bali mengaku hanya menerima data berupa surat PHK dan pesangon. Sehingga dia menilai penting untuk memperbarui data guna memperkuat kajian bersama DPRD Bali. Mengenai kemungkinan pemanggilan pihak PT APS pusat, Setiawan menyerahkan sepenuhnya kepada DPRD Bali.

Kasus ini bermula ketika enam pekerja PT APS melakukan mogok kerja sebagai bentuk protes terhadap kebijakan perusahaan. Namun, aksi tersebut justru berujung pada skorsing, yang kemudian diikuti dengan PHK sepihak. Menurut Disnaker, aksi mogok kerja itu tidak sah karena perusahaan dianggap sebagai penyedia layanan kepentingan umum.

Sedangkan menurut FSPM Bali, Disnaker telah melakukan kesalahan dalam menafsirkan aturan. Status Bandara sebagai perusahaan yang melayani kepentingan umum dan/atau memiliki kegiatan yang membahayakan keselamatan jiwa manusia.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, kategori tersebut lebih merujuk pada rumah sakit, dinas pemadam kebakaran, penjaga pintu perlintasan kereta api, pengontrol pintu air, pengontrol arus lalu lintas udara, dan pengontrol arus lalu lintas laut.

Untuk diketahui, pada 31 Januari 2025 lalu, FSPM Regional Bali telah menggelar aksi damai di depan Kantor Dinas Tenaga Kerja dan ESDM Provinsi Bali sebagai bentuk protes atas keputusan Disnaker yang dianggap tidak adil. Dalam aksi tersebut, serikat pekerja menuntut agar pengawas ketenagakerjaan lebih objektif dan profesional dalam menangani kasus-kasus pekerja di Bali. Namun, hingga saat ini, tidak ada solusi konkret bagi pekerja yang di-PHK, sehingga audiensi dengan DPRD Bali dilakukan untuk mencari jalan keluar. (bgn008)25031815

DPRD Bali Siap Dampingi Federasi SerikatPekerja Mandiri Terkait PHK Enam Pekerja APS
Comments (0)
Add Comment
Discover Rytr with full feature access.