Denpasar, Baliglobalnews
Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali memprediksi inflasi tahun 2022 akan lebih tinggi dibanding inflasi tahun 2021. Namun masih dalam kisaran sasaran inflasi 3±1 persen.
“Hal ini disebabkan kelompok barang core inflation (seperti sarana ritual/canang sari) dan administered price (seperti harga tiket pesawat) diperkirakan akan meningkat. Sejalan dengan pemulihan permintaan masyarakat secara bertahap,” kata Kepala Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Trisno Nugroho, dalam keterangan persnya, melalui humas, di Denpasar, pada Selasa (4/1).
Berdasarkan data BI Bali, kelompok barang administered price mencatat mengalami inflasi sebesar 0,48% mtm. Peningkatan tekanan harga terutama terjadi pada harga angkutan udara seiring dengan meningkatnya aktivitas penerbangan ke Bali sebagai dampak dari penurunan level PPKM sejak bulan Oktober 2021 dan libur sekolah dalam rangka perayaan Nataru.
Menurut Trisno, kelompok barang core inflation juga mengalami inflasi sebesar 0,33% mtm, terutama disebabkan oleh naiknya harga canang sari. Peningkatan harga canang sari seiring dengan meningkatnya frekuensi upacara keagamaan pada bulan Desember sebagai bulan baik bagi umat Hindu. Selain itu, peningkatan tekanan harga juga terjadi seiring dengan meningkatnya permintaan masyarakat di tengah perayaan Nataru.
“Peningkatan tekanan harga terjadi pada seluruh kelompok, dengan tekanan tertinggi pada kelompok volatile food, yang diikuti oleh kelompok administered price dan core inflation. Dengan demikian, pada tahun 2021 Bali mencatatkan inflasi sebesar 2,07% dari tahun ke tahun (yoy) atau berada dalam sasaran inflasi nasional 3±1%,” jelasnya.
Untuk, kelompok barang volatile food pada bulan Desember 2021, juga mengalami inflasi sebesar 3,75% mtm. Peningkatan harga terutama terjadi pada komoditas cabai rawit, minyak goreng, dan telur ayam ras.
“Peningkatan tekanan harga cabai rawit disebabkan oleh tingginya curah hujan yang mengganggu tingkat produksi, sedangkan peningkatan harga komoditas minyak goreng seiring dengan tren kenaikan harga minyak sawit dunia sejak awal tahun,” katanya.
Sementara itu, meningkatnya harga telur ayam ras tidak terlepas dari upaya Pemerintah dalam menjaga kestabilan harga daging ayam ras yang sebelumnya tercatat rendah, melalui kebijakan pembatasan telur tetas dan afkir dini, sehingga Provinsi Bali mencatat inflasi sebesar 0,88% (mtm), meningkat dibanding bulan sebelumnya yang mencatatkan inflasi sebesar 0,63% (mtm). Secara spasial, inflasi terjadi di Kota Denpasar dan Kota Singaraja dengan pertumbuhan masing-masing sebesar 0,75% (mtm) dan 1,70% (mtm).
“Adapun beberapa hal yang perlu terus didorong selama 2022 adalah kerja sama antar daerah (KAD), penggunaan teknologi pertanian (smart farming), perbaikan kualitas data produksi dan stok serta pemasaran secara digital (e-commerce),” katanya.(bgn008)22010411