DPRD Bali Sampaikan Tiga Rekomendasi Raperda RTRW 2022-2042
Denpasar, Baliglobalnews
Koordinator Pembahasan yang beranggotakan Komisi 3 dan Komisi 1 DPRD Provinsi Bali, AA Ngurah Adhi Ardhana, menyampaikan tiga rekomendasi Pembahasan Raperda tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2022-2042, untuk selanjutnya dijadikan ditetapkan tahun 2023.

“Rekomendasi pertama, sebagai tindak lanjut dari ditetapkannya RTRWP Bali tahun 2023-2043 ini, maka secara bersamaan Pemerintah Kabupaten/ Kota juga akan menetapkan RTRW Kabupaten/ Kota masing-masing. Jadi kami merekomendasikan dan sangat mengharapkan agar terus terjadi koordinasi, sinkronisasi dan harmonisasi, dengan taat azas antara RTRWP Bali dan RTRW Kabupaten/ Kota masing-masing,” katanya dalam sidang paripurna di Gedung DPRD Bali, pada Senin (30/1/2023).

Dia hal itu bertujuan untuk menghindari permasalahan baik dalam perencanaan, pemanfaatan maupun dalam pengendalian pemanfaatan ruang, sebagaimana yang telah disepakati dan dituangkan dalam berita acara masing-masing.

Terlebih lagi berdasarkan PP RI No. 21 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang, Pasal 55 Ayat (5) menyebutkan bahwa RDTR sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan dengan peraturan kepala daerah kabupaten/ kota sesuai wilayah administrasinya.
“Yang artinya RDTR ditetapkan dengan Perbub atau Perwali saja. Padahal kita pahami bersama penormaan dalam RDTR lah yang menjadi cikal bakal dasar hukum, segala bentuk proses perizinan berusaha dalam bentuk rekomendasi KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang),” pungkasnya.
Memurut Adhi Ardhana, keberadaan RTRW dan RDTR dalam pelaksanaan proses Perizinan Berusaha Berbasis Risiko dalam sistem One Line Single Submission (OSS) sebagaimana yang dimaksudkan UUCK (Perppu CK). “Izin sangatlah penting dan strategis, karena dengan ketiadaan lagi model IMB dengan izin gangguan/ HO (hidden ordonantie), izin penyanding dan lain-lain, sering menimbulkan masalah dalam praktiknya di lapangan,” katanya.
DPRD Bali lantas merekomendasikan agar pelaksanaan Raperda ini dilakukan dengan sebaik-baiknya, sebab rujukan pada RTRW atau RDTR, adalah menyangkut rekomendasi KKPR (Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang), persetujuan KLHS (Kajian Lingkungan Hidup Strategis), dan PBG (Persetujuan Bangunan Gedung) yang mensyaratkan berbagai SLF (Serifikat Layak Fungsi).
“Kasus-kasusnya sudah mulai muncul dan masyarakat mengadukannya ke DPRD Provinsi Bali (sebagai contoh ke Komisi 1 dan Komisi 3). Jadi soal penegakan hukum yang dinormakan dalam bagian pengendalian pemanfaatan ruang, seperti pengawasan, pembinaan, insentif-disinsentif, sanksi dan lain-lainnya dapat dilakukan dengan tegas dan jelas di berbagai tingkat,” katanya.
Untuk Dokumen RTRW, lanjut dia, pada prinsipnya hanya mengatur arahan, kebijakan, indikasi dan lain-lain, namun peraturan di bawahnya atau yang merupakan turunan dari padanya tentu dapat mengatur hal yang lebih tegas dan jelas sebagaimana kebutuhan nyata masyarakat di lapangan.
“Untuk itu kami merekomendasikan kepada Pemerintah Kabupaten/ Kota, agar kebutuhan masyarakat tersebut mendapat perhatian semestinya. Sebagaimana aspirasi yang disampaikan DPD Aprindo Provinsi Bali dengan surat No. 080-REK/ DPDBali-5/ I/ 2023 tertanggal 20 Januari 2023, yang ditujukan kepada Ketua Pansus RTRWP DPRD Provinsi Bali,” jelasnya.
Dan juga merujuk Permendag No. 23 tahun 2021 tentang Pedoman Pengembangan, Penataan dan Pembinaan Pusat Perbelanjaan dan Toko Swalayan sebagaimana telah diubah dengan Permendag No. 18 tahun 2022, dikutip Pasal 2 Ayat (1) menyebutkan lokasi pendirian pusat perbelanjaan dan toko swalayan mengacu pada RTRW Kabupaten/ Kota, atau RDTR Kabupaten/ Kota.
“Dalam Pasal 3 menyebutkan penetapan zonasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 mempertimbangkan sosial ekonomi masyarakat setempat serta keberadaan pasar rakyat dan UMKM yang ada di Zona atau Area atau Wilayah setempat; dan jarak antara pusat perbelanjaan dan toko swalayan dengan pasar rakyat atau toko eceran tradisional. Serta pasal lain yang menyebutkan kepemilikan paling banyak 150 gerai, dan jika lebih maka wajib mewaralabakan gerainya atau usaha patungan (joint venture),” jelasnya.
Sehingga poin penting yang perlu direkomendasikan agar disusun pengaturan dalam tata ruang untuk toko ritel dengan mempertimbangkan perlindungan berusaha kepada UKM ritel lokal, karena kemampuannya berbeda dengan ritel nasional, agar pemerintah daerah melakukan evaluasi dan penindakan tegas terhadap status kepemilikan dan pengelolaan toko swalayan yang berdiri dan beroperasi setelah Permendag No. 23 tahun 2021 itu diterbitkan.
Dia menjelaskan, dasar hukum yang melandasi peninjauan kembali RTRWP Bali dengan rencana penggabungan atau integrasi RZWP3K Bali ke dalam RTRWP Bali tahun 2023-2043, selain pemberlakuan UUCK adalah adanya Surat Menteri ATR/ Ka. BPN kepada Gubernur Bali Nomor PB.01/ 369-II-200/ VIII/ 2021 tanggal 4 Agustus 2021.
Hal rekomendasi atas Peninjauan Kembali Peraturan Daerah tentang RTRWP Bali, yang menyangkut perkembangan kebijakan di Provinsi Bali yakni perubahan lokasi Bandara Bali Utara yang menjadi Proyek Strategis Nasional, rencana pembangunan jalan bebas hambatan/tol antar kota ruas Gilimanuk-Negara-Soka-Mengwi, rencana pengembangan ruang jalan tol menuju rencana Bandar Udara Bali di Desa Sumberklampok. (bgn008)23013112