Desa Adat Munggu Tetap Gelar Tradisi “Makotek” , Peserta Dibatasi
Badung, Baliglobalnews
Makotek atau Ngrebeg yang menjadi tradisi warga masyarakat di Desa Adat Munggu, Kecamatan Mengwi, Badung, tetap digelar pada Hari Raya Kuningan, Sabtu (26/9). Pandemi Covid-19 tak menyurutkan warga Desa Adat Munggu untuk menggelar tradisi yang sudah ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda oleh Kemendikbud pada tahun 2016 lalu.
Hanya, ada sedikit perbedaan pelaksanaan makotek yang dilaksanakan pada Hari Suci Kuningan ini. Pasalnya, bagaimana pun, prosesi yang melibatkan banyak orang tersebut harus mengikuti situasi dan kondisi yang ada, yakni protokol kesehatan untuk mencegah penyebaran Covid-19.
Menurut Jro Bendesa Desa Adat Munggu, I Made Rai Sujana, S.H., tradisi makotek yang diselenggarakan pada Hari Raya Kuningan ini mengikuti aturan protokol kesehatan pencegahan Covid-19. ”Peserta dibatasi, hanya puluhan orang pemuda lanang dari perwakilan 12 banjar adat. Beda kalau sebelumnya, yang mencapai ribuan orang,” kata Jro Bendesa, Minggu (27/9).
Jro Bendesa mengaku khawatir adanya pandemi Covid-19. Akan tetapi, lebih khawatir lagi kalau makotek tidak diselenggarakan. Pasalnya, kata dia, Belanda ketika masih menjajah, pernah melarang penyelenggraan makotek.
”Makotek dulu pakai bambu runcing, sehingga membuat Belanda. Dampaknya, desa kami kena grubug. Banyak warga yang sakit dan tak bisa diobati, akhirnya banyak warga yang meninggal,” katanya.
Rai menyebutkan pelaksanaa makotek saat ini dilaksanakan secara sekala-niskala. ”Secara sekala kita melaksanakan makotek dengan menerapkan protokol kesehatan, dan secara niskala justru makotek ini dimaksudkan sebagai penolak bala, penolak virus, termasuk virus Corona yang sedang mewabah. Semoga lewat tradisi ini, Covid-19 cepat sirna,” katanya.
Rai menuturkan sejarah tradisi makotek merupakan warisan tak benda yang sudah di sertifikatkan oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia pada tahun 20016. Tradisi makotek bermula dari pada masa kejayaan Kerajaan Mengwi, pada masa pemerintahan Tjokorda Nyoman Sakti Munggu yang memerintah pada tahun 1.700.
Pada saat itu, Kerajaan Mengwi ingin mempertahankan kekuasaan di Jawa Timur yang diserang musuh. Raja Mengwi mengutus pasukan bala tentaranya yang berasal dari Desa Munggu untuk berangkat ke Jawa timur. Sebelum berangkat, pasukan yang langsung dipimpin Tjokorda Nyoman Sakti Munggu, Raja Mengwi yang ketiga itu, bersemedi di Pura Dalem Kahyangan Wisesa, Desa Adat Munggu. Ketika bersemedi itu bertepatan dengan Hari Raya Kuningan atau Tumpek Kuningan. Karena itu, tradisi makotek di Desa Adat Munggu selalu diperingati setiap Hari Raya Kuningan yang jatuhnya setiap 6 bulan (kalender Bali) sekali.
Tradisi makotek, kata dia, mempunyai makna penolak bala (mengusir roh-roh jahat yang ingin mengganggu masyarakat Desa adat Munggu), ini terbukti pada zaman kolonial penjajahan Belanda, tradisi mekotek pernah dilarang, karena dikira akan melakukan perlawanan terhadap penjajah. Apa yang terjadi? Desa Munggu terkena wabah penyakit (grubug) yang tdak bisa disembuhkan bahkan sampai meninggal, dengan negosiasi para tokoh adat dan agama pada saat itu kepada penjajah, maka diperbolehkan tradisi itu dilakukan kembali tapi tombak diganti dengan memakai sebatang kayu (kayu pulet) yang panjangnya 3,5 meter.
Tradisi itu masih dilaksanakan sampai sekarang mengelilingi wilayah Desa Adat Munggu. Pelaksanaannya di setiap pertigaan atau perempatan dengan mengumpulkan kayu yang dibawa para pemuda dan masyarakat tersebut menyerupai kerucut atau gunung, sehingga terdengar suara tak tek tak tek. Di sanalah dipercaya tempat berkumpulnya roh-roh jahat.
Di samping itu, tradisi makotek juga memiliki makna penghormatan bagi jasa para pahlawan yang telah berjuang mempertahankan wilayah kekuasaan Kerajaan Mengwi.
Tradisi makotek juga sebagai alat untuk mempersatukan para kaum pemuda yang terdiri dari 12 banjar adat. ”Di sinilah para pemuda bisa melaksanakan kegiatan yang positif, dan menjauhkan sifat negatif seperti narkoba, kebut-kebutan. Secara tidak langsung kegiatan makotek ini menjadi alat pemersatu para pemuda yang ada di Desa dat Munggu.(bgn122)20092712