Media Informasi Masyarakat

Berdayakan Pertanian, Badung Tawarkan Konsep Agro Techno Park, Pemerintah Harus Ikut Jadi Petani

Mangupura, Baliglobalnews

Pemkab Badung menawarkan konsep Badung Agro Techno Park dalam memberdayakan pertanian. Hal itu disampaikan Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Setda Badung, Wayan Suambara, ketika ditemui di ruangan kerjanya Puspem Badung, Senin (26/4).

Hal itu dikemukakan Suambara menanggapi belakangan ini banyak ahli, para akademisi. praktisi menyumbangkan pemikiran bahwa Bali harus berpikir lagi untuk memperkuat sektor pertanian, tidak hanya bertumpu pada sektor pariwisata. Dari wacana tersebut, dia melihat belum ada yang memberikan solusi riil. ”Saya sangat sependapat. Puluhan tahun lalu mungkin Bali tidak tersaingi, sehingga primadona kita pariwisata sebagai sumber pendapat daerah dan perekonomian masyarakat. Seiring dengan perkembangan keadaan, termasuk kebijakan Pemerintah Pusat, sektor pariwisata dikembangkan di daerah-daerah lain yang relatif baru, seperti Nusa Tenggara Barat, Labuan Bajo, Pulau Komodo. Daerah-daerah yang tidak jauh dari Bali sangat pesat perkembangannya yang dilakukan pemerintah. Belum lagi daerah-daerah lain yang mengembakan diri di sektor pariwisata,” katanya Senin (26/4) ketika ditemui di ruang kerjanya.

Menurut mantan Kepala Bappeda Badung itu, mumpung masih ada waktu dan pariwisata belum terpuruk sekali, alangkah baiknya kita menyiapkan atau memperkuat tambahan pilar pembangunan di Bali, yakni sektor pertanian yang cukup potensial dikembangkan di Bali.

”Kami di Badung ingin menawarkan satu konsep, kalau kita mau memperkuat sektor pertanian, kita tidak bisa sepenuhnya menyerahkan kepada petani sebagai pelaku. Saya juga punya pengalaman hampir tujuh setengah tahun sebagai Kepala Bappeda, bahwa keliru kalau ada orang yang mengatakan pemerintah tidak berpihak kepada pertanian. Kebijakan-kebijakan pembangunan pertanian ada, alokasi anggaran pun besar. Akan tetapi kita harus mengakui tidak ada satu ikon hasil pertanian yang membanggakan dari pertanian,” katanya.

Dia mencontohkan dulu di Karangasem ada salak sibetan, di Buleleng dengan jeruk. Sayangnya, sekarang nyaris punah. ”Saya mencoba mengamati, kebetulan saya di litbang, itu sebagai tugas pokok,” katanya,

Dari hasil pengamatannya, kita tidak mempunyai petani sejati dalam jumlah yang banyak. Petani sejati yakni benar-benar petani yang profesional, petani yang menerapkan teknologi modern yang memiliki konsep pembangunan pertanian dari hulu ke hilir. Ini jumlahnya sangat sangat sedikit. Justru petani kita mempunyai pekerjaan sambilan metajen, menjadi seka gong.

Menurut Suambara, kalau betul-betul hendak memperkuat sektor pertanian dan menjadikan pertanian sebagai tulang punggung perekonomian masyarakat sekaligus menjadi sumber pendapatan asli daerah (PAD), maka pemerintahlah bersama-sama masyarakat menjadi pelaku pertanian. ”Pemerintah tidak sebatas hanya memberikan bantuan bibit, benih, pupuk, kemudian pendampingan dan selanjutnya diserahkan kepada petani untuk berproduksi. Selama bertugas di Bappeda saya amati ternyata tidak efektif. Tingkat kesungguhan petani, tanggung jawab petani dan profesionalisme petani kita masih perlu ditingkatkan lagi. Karena itu saya berpandangan maka pemerintah harus masuk ke dalamnya sebagai pelaku sektor pertanian, ikut sebagai petani,” katanya.

Dia lantas memberi contoh apa yang telah dilakukannya ketika ditugaskan oleh Bupati Badung sebagai Ketua Tim Koordinasi Pembangunan dan Pengembangan Badung Agro Techno Park (ATP). ”Perintah Bapak Bupati keapda saya, petani tidak boleh kehilangan tanah (tidak dijual). Petani harus menjadi pemilik, dan bisa meningkatkan kesejahteraan petani. Suatu saat bisa menjadi sumber PAD,” katanya.

Dari perintah itu, kata dia, sejumlah petani dalam satu kawasan di Belok Sidan yang tanahnya berisi bermacam-macam kebun diajak bekerja sama. Lahan mereka seluas 20 hektar disewa sepuluh tahun untuk dijadikan pilot proyek perkebunan kopi. Ikon Badung ATP adalah kopi. Jadi, di atas lahan 20 hektar itu kopi semua. Memang ada tanaman sela, tetapi hanya diversifikasi kecil. ”Astungkara petani setuju. Jadi konkret konsep itu, tanah petani kita sewa. Supaya petani tidak kehilangan pekerjaan yang sehari-hari mengurus kebunnya, kita angkat sebagai pegawai kontrak yang tugasnya merawat kebun di lahan yang kita sewa. Jadi, ada dua keuntungan yang didapat petani, sewa tahan dan penghasilan bulanan sebagai pekerja kontrak. Jadi, kita tidak mencari orang lain lagi untuk merawat kebun. Mereka sudah tahu bagaimana kultur tanahnya, di samping Dinas Pertanian memberikan pelatihan dan pembinaan,” katanya.

Para petani tersebut, kata dia, diwadahi dalam satu bentuk koperasi yang berbadan hukum. Badan hukum koperasi ini ”dikawinkan” dengan Perumda yang dibuat oleh Pemda dalam bentuk satu perusahaan bersama yang sedang berproses. Dalam badan usaha bersama disebut koperasi petani dan pemerintah lewat perumda menjadi pemegang saham. ”Keuntungannya tanah petani tidak hilang, uang kontrak dia dapat. Sebagai pegawai kontrak, petani juga mendapat upah bulanan. Di koperasi mereka menjadi pemegang saham. Di koperasi itu diatur, ada persentase kepemilikan sesuai luasan kepemilikan lahan. Ini sesuai dengan arahan Bapak Bupati, dimana tanah petani tidak hilang meskipun dia meninggal tentu ada ahli warisnya. Itu pola yang kita terapkan di Badung. Kalau pemerintah di Bali atau Pemerintah Provinsi Bali ingin betul-betul memberdayakan pertanian, saya tawarkan konsep ini bisa dipakai,” katanya.

Lalu bagaimana dengan usahanya? Suambara menyatakan sudah studi banding ke Puslit Kopi Kakao di Jember, pusat penelitian kopi yang ada sejak zaman Belanda. Di sana ada pembibitan, penanaman, pengolahan hingga packaging. Bahkan mereka sudah menjual mesin-mesin untuk usaha tersebut dengan harga terjangkau.

”Hasil studi banding itulah yang akan kami replikasi di Petang. Nanti paling kita buat lantai jemur, karena ada techno parknya kan kita buat laboratorium untuk penelitian dan edukasi. Sekarang petani kita sudah bisa mengembangikan bibit kopi.

Sekarang karena Covid,kita  terkendala pendanaan. Target kita akhir 2021 ini sudah selesai semua. Bisa jadi objek wisata, objek pertanian, tetapi pengembangan-pengembangan penanaman bibit kopi berjalan terus, karena petani seleg (tekun), dan mereka senang,” katanya.

Arah yang akan dibangun, lanjutnya, dari hulu ke hilir bisa kita prosesing di Badung ATP. ”Ini konsep dari hulu ke hilir yang kami rancang di dalam pembangunan dan pengembangan Badung ATP. Jadi Pemerintah terlibat di dalamnya, tidak hanya menyerahkan begitu saja kepada petani. Pemerintah jadi pemilik dan petani pun jadi pemilik. Tentu secara psikologis tanggung jawabnya berbeda. Mereka pasti berorientasi profit, mereka juga ingin mendapat deviden, pemerintah juga ingin mendapat deviden,” katanya. (bgn003)21042702

Comments
Loading...
Get started with Rytr AI for desktop.