Terdakwa Kasus Korupsi Rumah Bersubsidi di Buleleng Jalani Sidang Tuntutan

Denpasar, Baliglobalnews
Terdakwa kasus dugaan korupsi pengurusan izin pembangunan rumah bersubsidi di Kabupaten Buleleng, jalani sidang agenda tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar pada Selasa (7/20/2025).
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Tinggi Bali I Nengah Astawa dalam sidang, menuntut 6 tahun penjara terhadap terdakwa I Made Kuta selaku Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Kadis DPMPTSP) Kabupaten Buleleng. Tidak hanya menjatuhi hukuman bandan, JPU juga menuntut pria asal Desa Padangbulia, Kecamatan Sukasada, Buleleng ini, untuk membayar denda Rp300 juta, subsider empat bulan kurungan.
“Terdakwa Made Kuta terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana, melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” kata JPU Astawa.
Terdakwa Made Kuta, tidak dikenakan tuntutan membayar uang pengganti, karena sebelumnya, telah mengembalikan uang terkait tindak pidana tersebut kepada Kejati Bali sebesar Rp1 miliar.
Dalam sidang terpisah, Pejabat Teknik Tata Bangunan dan Perumahan di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Buleleng Ngakan Anom Diana Kesuma Negara, dituntut pidana penjara selama 5 tahun dan denda Rp 200 juta subsider tiga bulan kurungan atas pasal yang sama.
Sidang berikutnya akan berlangsung pada 14 Oktober 2025, dengan agenda pembacaan nota pembelaan (pledoi).
Diberitakan sebelumnya, Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (Kadis DPMPTSP) Kabupaten Buleleng I Made Kuta dan Pejabat Teknik Tata Bangunan dan Perumahan di Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang (PUTR) Buleleng Ngakan Anom Diana Kesuma Negara didudukan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar.
Lantaran, keduanya diduga terlibat dalam dugaan korupsi dalam perizinan pembangunan rumah bersubsidi di Buleleng, dengan modis pemerasan kepada para pengusaha properti sejak 2019 hingga 2023. Perbuatan tersebut menguntungkan pribadi Made Kuta senilai Rp3,1 miliar, sedangkan Ngakan Anom memperoleh Rp568,7 juta.
Menurut Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejati Bali, I Nengah Astawa, terdakwa menyalahgunakan kewenangan jabatan untuk meminta sejumlah uang dari para pengusaha yang sedang mengurus izin pembangunan. Jenis perizinan yang menjadi sasaran pungli antara lain izin prinsip, Persetujuan Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang/Konfirmasi KKPR, Izin Mendirikan Bangunan (IMB), hingga Persetujuan Bangunan Gedung (PBG).
Adapun sejumlag pengusaha yang menjadi korban dalam perkara ini, di antaranya Ketut Artana (CV Panji Harmoni) yang dimintai Rp95 juta, I Gede Ngurah Adi Mahayasa (PT Tri Amertha Sejahtera) sebesar Rp253 juta, Gusti Nyoman Punarbawa (CV Catur Putra Dana) Rp 110 juta, Gede Bayu Ardana (PT Grahadi Jaya) Rp250 juta, dan Kadek Budiasa (PT Pacung Permai) senilai Rp490 juta.
Kuta yang menjabat sebagai Kepala DPMPTSP sejak 2022 memperoleh kewenangan dalam urusan perizinan berdasarkan Peraturan Bupati Buleleng Nomor 21 Tahun 2022. Akan tetapi, bukannya memberikan pelayanan sesuai aturan, ia justru memeras atau meminta pungutan liar kepada para pemohon izin.
Contoh praktik tersebut terungkap saat saksi I Ketut Artana mengurus izin prinsip lahan di Desa Panji seluas 3.760 meter persegi pada 2020. Terdakwa meminta Rp 15 juta agar izin diterbitkan. Pada 2022, saat mengurus PKKPR untuk lokasi lain, permintaan kembali dilayangkan, kali ini sebesar Rp120 juta.
Karena merasa keberatan, Artana menolak, namun beberapa pekan kemudian terdakwa menurunkan tarif menjadi Rp20 juta melalui perantara. Keterangan serupa juga disampaikan saksi I Gede Ngurah Adi Mahayasa, yang mengaku terpaksa memenuhi permintaan uang karena khawatir izinnya tidak diproses.
Bahkan, pada kasus lain, saksi Gede Krisna Maha Saputra dari PT Pacung Indo Jaya mengaku diminta Rp85 juta untuk mengeluarkan PKKPR. (bgn008)25100713

korupsirumah
Comments (0)
Add Comment