Badung, Baliglobalnews
Perwakilan Masyarakat Ungasan, Kabupaten Badung, menyerahkan nota keberatan kepada MDA Bali, atas keputusan panitia pemilihan yang mengubah tahapan-tahapan ngadegang kelihan desa (Bendesa) adat setempat pada Selasa (27/6/2023). Keberatan tersebut yakni dihilangkannya pasal 19 poin 7 dan poin 8 pada perarem desa Adat setempat.
“Dalam petisi yang dibuat, ada 1.494 krama desa yang telah menandatangani dari 2.400 kepala keluarga yang ada di 15 banjar,” kata Tokoh Masyarakat Desa Ungasan, Made Windra, saat ditemukan di Kantor MDA Bali.
Dia berharap MDA Bali menyarankan panitia pemilihan mengembalikan semua tahapan-tahapan pemilihan ngadegang Kelihan Desa (Bendesa) Ungasan sesuai dengan yang telah disosialisasikan kepada masyarakat di masing-masing banjar.
Selain itu, pihaknya meminta agar perarem direvisi kembali sesuai apa yang dibicarakan dalam Paruman Desa Adat, yang intinya memasukkan kembali pasal 19 poin 7 dan poin 8.
“Intinya, kami sebagai warga Ungasan, menginginkan agar segera dilakukan pemilihan secara langsung oleh masyarakat Desa Adat Ungasan (pesuaran krama Desa Adat),” ucapnya.
Apabila tuntutan tersebut tidak diberikan MDA, kata Made Windra, masyarakat akan bergerak dan berproses secara santun untuk memperoleh keadilan. “Kami tidak ada memihak salah satu calon. Namun, yang kami inginkan bagaimana proses dan tahapan yang telah disosialisasikan ke banjar agar dijalankan.
Dalam pemilihan ngadegang kelihan desa (Bendesa) Ungasan, kata Windra, selaku masyarakat melihat ada yang kurang pas. Karena sosialisasi awal panitia pemilihan ke masing-masing banjar ada tahapan-tahapannya. Namun, saat perjalanan pemilihan secara musyawarah tidak tercapai mufakat.
“Sehingga seharusnya dilakukan pemilihan melibatkan seluruh krama Desa Adat Ungasan. Namun, ini tidak dilakukan panitia. Dengan alasan panitia pemilihan menggunakan perarem MDA,” ucapnya.
Setelah ditelusuri, bahwa ada poin-poin perarem yang dihilangkan, artinya perarem yang diserahkan ke MDA Bali tidak sesuai dengan apa yang telah dibahas dalam paruman desa adat. Seperti pasal 19 poin 7 dan poin 8 yang dihilangkan.
“Dalam poin 7, apabila tidak ada mufakat dalam pemilihan itu, harusnya dilakukan tahapan pesuaran krama Desa Adat Ungasan atau pemilihan secara langsung oleh masyarakat Desa Adat Ungasan. Ini yang dihilangkan. Sehingga, kami keberatan atas hal itu, dan masyarakat tidak mau ada hal-hal yang membuat ricuh. Selain itu, masyarakat Desa Adat Ungasan tidak mau memiliki pemimpin tanpa pemilihan yang diajukan secara demokrasi,” katanya.
Dalam rapat terakhir pada 18 Juni 2023 lalu, kata Windra, tidak ada hasil mufakat atau deadlock. Sehingga, Lembaga Desa Adat melakukan Sabha Desa Adat dan Kerta Desa Adat, yang juga tidak ada kesepakatan, karena tidak ada hasil mufakat. Untuk itu, seharusnya dilanjutkan ke pemilihan secara langsung oleh masyarakat Desa Adat Ungasan. Namun, panitia pemilihan tidak berani mengambil keputusan, karena mengacu kepada perarem yang disahkan MDA. “Yang saya tau, beberapa waktu lalu panitia pemilihan ada meminta pertimbangan ke MDA Bali,” katanya.
Dia menerangkan, semua tahapan sudah dilakukan dan saat ini sudah tahap akhir (penyampainan visi misi). Sehingga, sesuai jadwal panitia pemilihan, seharusnya pada 25 Juni 2023 lalu, seharusnya sudah dilakukan pesuaran krama Desa Adat Ungasan (pemilihan secara langsung oleh masyarakat).
Di lain pihak, Petajuh MDA Provinsi Bali, Jero Made Wena, saat hendak dimintai konfirmasi di Kantor MDA Provinsi Bali tidak bisa ditemui, karena ada agenda lain. Pesan singkat melalui Whatsapp hingga berita ini diturunkan tidak dibalas.
Menurut informasi petugas penerima tamu di MDA Bali, surat nota keberatan perwakilan masyarakat Ungasan belum didisposisikan, sehingga pimpinan belum mengetahui isi surat tersebut. Demikian pula belum ada pertemuan dengan perwakilan Masyarakat Ungasan dengan MDA Bali. (bgn008)23062714