Badung, Baliglobalnews
Meski harga kedelai impor melonjak, para pengerajin kripik tempe di kawasan Desa Angantaka, Kecamatan Abiansemal, Badung, Bali tetap memproduksi makanan olahan yang merakyat itu.
Salah satu produsen tempe, Benny Santoso, Rabu (6/1/20) menuturkan, pihaknya masih bisa melakuan produksi karena masih menggunakan kedelai lokal.
“Produksi kami memakai bahan baku kedelai lokal, jadi harganya stabil,” katanya.
Pihaknya tidak memungkiri, kedelai impor lebih diminati karena kuantitas yang selalu bisa stabil. Sedangkan kedelai lokal kalah dalam soal kuantitas, mengingat pertanian kedelai di Indonesia makin lama makin menurun, karena orang lebih memilih fokus menanam tanaman yang lebih menguntungkan.
“Hampir 90 persen produsen tempe di Indonesia menggunakan kedelai impor,” katanya.
Sehingga kedelai lokal tidak terpengaruh dengan isu naiknya kedelai impor dan kedelai lokal hanya terpengaruh oleh jumlah dan waktu panen. “Kedelai lokal dari petani itu biasanya menjadi rebutan. Baik untuk ditanam lagi atau diambil tengkulak. Kalau dijual ke produsen mereka kesulitan. Karena sudah terbiasa pakai kedelai impor,” ucap Benny.
Meski demikian, dari segi kualitas rasa, kedelai lokal lebih unggul ketimbang impor. Hal ini karena kedelai impor melewati proses laboratorium dan penyimpanan gudang. Sedangkan kedelai lokal lebih segar karena sehabis panen langsung dijual. “Dari segi rasa, lebih bagus yang lokal. Kalau impor agak hambar rasanya. Kurang gurih. Kalau impor disimpan di gudang dan kualitasnya bisa menurun,” tambahnya.
Untuk produksi tempe, Benny biasanya mengambil bahan baku dari daerah Pulaki di Buleleng dan Grobogan di Jawa Tengah. Benny biasanya sekali beli sekitar 400 kg sampai 1 ton kedelai lokal, tergantung hasil panen para petani. Bahan baku kedelai kemudian diolah menjadi tempe dengan produksi seminggu dua kali. Selain tempe, Benny juga melakukan inovasi dengan mengeluarkan beberapa produk berbahan dasar tempe, di antaranya kripik, emping, protein ball, dan lain-lain.
Kementerian Perdagangan mencatat harga kedelai di pasar internasional naik 9 persen dari kisaran 11,92 dolar AS menjadi 12,95 dolas AS per busel. Harga kedelai impor Indonesia nasik dari kisaran Rp 9.000 menjadi Rp 9.300 per kg. Menurut Benny, hingga saat ini harga kedelai lokal masih stabil mulai dari Rp 8 ribu hingga Rp 12 ribu per kg tergantung jenis dan kualitas kedelai.(bgn008)21010630