Hakim Tipikor Denpasar Vonis Ketut Riana 4 Tahun Penjara

Denpasar, Baliglobalnews

Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Denpasar, Bali, menjatuhkan hukuman 4 tahun penjara terhadap terdakwa I Ketut Riana (54), selaku Bandesa Adat Berawa Desa Tibubeneng, Kecamatan Kuta Utara, Kabupaten Badung, Provinsi Bali masa bakti 2020-2025, pada Kamis (3/10/2024). Terdakwa dinyatakan terbukti melakukan pemerasan atas pengurusan izin investor.

Tidak hanya hukuman badan, terdakwa Ketut Riana divonis membayar denda Rp200 juta oleh Ketua Majelis Hakim Gede Putra Astawa didampingi hakim anggota Ni Made Okti Mandiani dan hakim Ad Hoc Iman Santoso. “Apabila pidana denda tidak dibayar, diganti tambahan hukuman (subsider) selama empat bulan kurungan,” kata hakim.

Hakim menyatakan perbuatan Riana bersalah melanggar Pasal 12 huruf e Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.

Vonis tersebut lebih ringan dua tahun dari tuntutan Jaksa sebelumnya 6 tahun dan denda Rp200 juta, subsider 3 bulan penjara, dalam sidang sebelumnya di Pengadilan Tipikor Denpasar, pada 5 September 2024 lalu.

Pertimbangan hakim meringankan hukuman terdakwa, karena belum pernah dihukum, sopan dalam persidangan. Namun, unsur-unsur yang memberatkan yang diberikan hakim, yakni tindak pidana dalam dakwaan tunggal Pasal 12 huruf e Undang-Undang Tipikor sudah terpenuhi. Mulai dari, unsur Pegawai Negeri atau Penyelenggara Negara.

Terdakwa selaku Bendesa Adat menerima insentif dari APBD Badung, dan Pemprov Bali setiap bulannya. Apalagi, terdakwa sebagai Bendesa Adat Berawa dipilih melalui hasil paruman, hasil paruman diserahkan melalui Majelis Desa Adat (MDA) ke Pemkab Badung, Rekomendasi penerbitan SK pengukuhan sebagai Bendesa Adat diterbitkan oleh MDA.

Kemudian, unsur secara melawan hukum atau dengan menyalahgunakan kekuasaannya, serta unsur dengan maksud menguntungkan diri sendiri atau orang lain. Sesuai fakta yang terungkap dalam persidangan, baik dari bukti percakapan whatsApp atau keterangan saksi, terdakwa telah terbukti meminta uang kepada saksi Adianto Nahak T Moruk sebesar Rp 10 miliar.

Permintaan tersebut tidak disampaikan ke perangkat desa lainnya atau masyarakat. Selain itu, unsur memaksa seseorang memberikan sesuatu. Kemudian, unsur perbuatan yang berlanjut juga terpenuhi. Mengingat, permintaan itu secara berulang-ulang disampaikan oleh Ketut Riana kepada saksi Andianto Nahak T Moruk yang ditugaskan mengurus izin oleh PT Berawa Bali Utama dalam rangka melancarkan pembangunan.

Sementara itu, unsur kerugian kerugian negara tidak terpenuhi sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 18 UU Tipikor tidak terpenuhi. Ada pula pertimbangan Majelis Hakim dalam memutus perkara ini, mulai dari hal memberatkan seperti, perbuatan I Ketut Riana bertentangan dengan program pemerintah yang sedang gencar-gencarnya melakukan pemberantasan terhadap segala jenis tindak pidana korupsi.

Usai hakim membacakan putusan, terdakwa melalui Penasihat Hukumnya Gede Pasek Suardika dan tim menyatakan pikir-pikir atas putusan hakim.

“Kami menyatakan pikir-pikir yang mulia,” kata kuasa hukum terdakwa dalam sidang

Hal yang sama disampaikan Jaksa juga menyatakan pikir-pikir atas putusan hakim. “Kami juga pikir-pikir yang mulia,” ucap Jaksa. (bgn008)24100306

hakimtipikordenpasarvonisketutriana
Comments (0)
Add Comment