Gubernur Wayan Koster Ajak BKS LPD Perkuat Fungsi Keuangan di Desa Adat Berbasis Kearifan Lokal

Bangli, Baliglobalnews

Gubernur Bali, Wayan Koster, secara resmi membuka Musda III Badan Kerjasama Lembaga Perkreditan Desa (BKS LPD) Provinsi Bali di

Baliwoso Upadesa, Desa Adat Pengotan, Kabupaten Bangli pada Selasa (18/10/2022). Gubernur

mengajak seluruh BKS LPD Provinsi Bali kompak bersatu memperkuat

fungsi keuangan di desa adat melalui LPD yang berbasis kearifan

lokal Bali.

Gubernur Bali, Wayan Koster, menyampaikan salah satu yang menjadi perhatian serius pada pembangunan Bali melalui visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali melalui Pola Pembangunan Semesta Berencana menuju Bali Era Baru adalah desa adat dengan tujuan untuk memperkuat adat istiadat, tradisi, seni budaya dan

kearifan lokal Bali, karena telah terbukti menjadi kekuatan utama

Pulau Bali. “Nilai – nilai tersebut terwadahi sangat kokoh di desa

adat. Itulah sebabnya dalam visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali, Desa

Adat mendapat perhatian khusus dan prioritas. Maka desa adat ini saya perkuat kedudukan, fungsi, dan kewenangannya dengan

memberlakukan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2019

tentang Desa Adat di Bali,” ujarnya.

Gubernur menyatakan sekarang mulai berbenah dengan desa adat, dengan menata sistem keuangannya melalui Peraturan Gubernur Bali Nomor 34 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Desa Adat di Bali dengan fungsi untuk mengelola keuangan di Desa Adat yang total mencapai Rp 447,9 milyar atau desa adat di Bali yang jumlahnya mencapai 1493, masing-masing desa adat diberi dana Rp 300 juta per tahun.

Lembaga – lembaga yang ada di desa adat juga sudah terbentuk

dengan baik, di antaranya ada pemangku, serati, paiketan krama

istri, yowana, pasraman, hingga telah dibentuk sistem keamanan

lingkungan terpadu berbasis desa adat sesuai Peraturan Gubernur Bali Nomor 26 Tahun 2020.

Terkait ekonomi di desa adat, kata dia, juga telah dibentuk baga utsaha padruwen desa adat (BUPDA) yang diatur dengan Peraturan Daerah

Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2022, agar BUPDA ini memiliki tugas

untuk mengurusi sektor riil perekonomian di desa adat, supaya

perekonomian di Bali bisa berputar dan dimanfaatkan sepenuh-

penuhnya oleh krama adat di Bali. “Belum setahun sudah terbentuk

329 BUPDA se-Bali, dan semua desa adat di tahun 2023 harus memiliki BUPDA, sehingga ekonomi yang berbasis dengan kebutuhan

masyarakat adat di Bali bisa tercipta. Jadi yang namanya upakara Galungan, Kuningan, Piodalan, Purnama, Tilem, hingga hari – hari suci lainnya bisa terpenuhi pasarnya melalui BUPDA dengan menjual janur, pisang, telur, canang hingga kebutuhan pokok lainnya sesuai Peraturan Gubernur Bali Nomor 99 Tahun 2018 tentang Pemasaran dan Pemanfaatan Produk Pertanian, Perikanan dan Industri Lokal Bali,” ujarnya.

Untuk mewujudkannya, lanjutannya, perlu membenahi lembaga

perkreditan desa (LPD), dimulai dari regulasinya yang sekarang

hanya diatur dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017 tentang Lembaga Perkreditan Desa. Lembaga Perkreditan Desa

dari segi nomenklatur nama sudah mencerminkan praktik perbankan, sehingga dari segi prinsip yang dijalankan dalam LPD ini

sebenarnya harus ajeg dengan peraturan Perbankan. Maka lembaga keuangan ini, dengan ketentuan yang berlaku bisa dimasuki dan tunduk terhadap hukum positif.Untuk itu ke depan LPD harus menjalankan tata kelola yang sesuai dengan kearifan lokal Bali, sehingga LPD di Bali harus dibenahi secara total, komprehensif dan semuanya harus memiliki kesadaran bersama. “Kalau tidak, satu demi satu masalah akan terus

bermunculan,” ujarnya.

Dia menyatakan langkah strategis sudah diambil, di antaranya sumber masalah di LPD adalah adanya uang APBD atau uang negara yang menjadi penyertaan di LPD. Walaupun sedikit jumlahnya dibandingkan dengan uang krama yang ada di LPD, maka dia harus taat pada aturan negara dan kalau bermasalah, hukum yang akan masuk.

“Sekarang mulai satu per satu ada masalah di LPD, karena urusan

uang kecil. Sehingga saya sudah ubah sistemnya dengan mengibahkan uang APBD itu ke LPD. Kalau ada yang belum proses

pengibahannya, segera proses lengkap dengan dokumen penyertaan yang akurat dan jelas,” katanya.

Selain itu, Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 3 Tahun 2017 mesti segera dibenahi, basisnya adalah kearifan lokal, dan jangan lagi dinamakan lembaga perkreditan desa, namun harus diubah

menjadi labda pecingkreman desa adat, sehingga dalam praktik

tata kelolanya semua dengan hukum adat. “Kalau sudah tertata

dengan kearifan lokal, maka LPD itu tidak bisa dimasuki lagi oleh

hukum positif. Jadi saya sudah data satu demi satu muncul masalahnya di Bali, sedih saya lihat sampai masuk ke ranah hukum LPD ini,” ujarnya.

Gubernur meminta jangan ada konflik kepentingan akibat adanya keinginan spesifik pribadi. Tapi semuanya harus memiliki jiwa bersih, niat yang mulia dan jangan ada yang nakal di LPD dari sekelompok orang tertentu. “Kita semuanya harus kompak bersatu,

supaya LPD bisa berdaya saing dan mampu memperkuat fungsi

keuangan di desa adat melalui peraturan daerah yang baru. Kalau

semua sudah berbasis kearifan lokal, maka tatanannya juga kita perbaiki, termasuk di dalam LPD harus ada lembaga yang mengawasinya seperti halnya perbankan ada otoritas jasa keuangan yang mengawasi praktiknya,” tandasnya.

Ketua Panitia Musda III BKS LPD Provinsi Bali, I Made Pasti,

melaporkan Musyawarah Daerah BKS-LPD Provinsi Bali dilaksanakan

setiap lima tahun sekali dengan tujuan untuk mengevaluasi dan

mempertanggungjawabkan kepengurusan demi kebaikan organisasi, agar mampu memiliki peran strategis di dalam memperkuat ekonomi di desa adat. (bgn003) 22101819

#bkslpd#desaadatberbasiskearifanlokal#gubernurwayankoster
Comments (0)
Add Comment
Professional content generation app: GitHub page.