Denpasar, Baliglobalnews
Empat fraksi di DPRD Provinsi Bali memberikan pandangan umum terhadap Raperda RPJMD Semesta Berencana 2025-2029 dan Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD 2024 dalam Rapat Paripurna ke-19 DPRD Bali, di Wisma Sabha, Kantor Gubernur Bali, pada Senin (23/6/2025). Rapat dipimpin Wakil Ketua I DPRD Bali I Wayan Disel Astawa didampingi Sekda Provinsi Bali Dewa Made Indra dan anggota DPRD.
Ketua Fraksi PDI Perjuangan I Made Supartha menekankan kelebihan anggaran yang muncul setiap akhir tahun tidak boleh dipersepsikan sebagai keberhasilan mutlak. “Surplus tersebut hendaknya tidak dimaknai sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai peluang untuk meningkatkan efektivitas belanja daerah, khususnya pada sektor-sektor pelayanan publik yang berdampak langsung pada kesejahteraan rakyat Bali,” katanya.
Dia menekankan agar belanja daerah ke depan harus difokuskan pada program produktif seperti pendidikan, kesehatan, perlindungan sosial, dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Fraksi Gerindra-PSI menilai rendah realisasi pungutan bagi wisatawan asing (PWA) tahun 2024. Dari potensi Rp852,852 miliar berdasarkan jumlah kunjungan wisatawan, hanya terealisasi Rp317,88 miliar atau 37,27 persen. “Berdasarkan data BPS Provinsi Bali, jumlah kunjungan wisman tahun 2024 mencapai 6.333.360 orang. Jika dihitung berdasarkan periode pungutan 14 Februari hingga 31 Desember sebanyak 5.685.685 orang, maka potensi pemungutan wisman seharusnya mencapai Rp852,852 miliar. Namun, realisasi hanya Rp 317,88 miliar,” kata Ketua Fraksi Gerindra-PSI, Gede Harja Astawa.
Dia juga menyoroti belum dicantumkannya Perda Nomor 7 Tahun 2024 tentang RPJPD Bali 2025-2045 dalam pedoman penyusunan RPJMD 2025–2029. Bahkan, lampiran peraturan tersebut tidak tersedia di situs resmi Pemprov Bali, yang dianggap membatasi akses masyarakat terhadap dokumen perencanaan jangka panjang. “RPJMD Semesta Berencana Provinsi Bali tahun 2025–2029 mesti terpublikasi dan dapat diakses oleh seluruh masyarakat, para pemangku kepentingan dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali,” ujarnya.
Sementara Fraksi Golkar dibacakan I Nyoman Wirya menyoroti pencatatan pendapatan dari kerja sama proyek Pusat Kebudayaan Bali (PKB) dan kontrak aset Pemprov di Nusa Dua yang dianggap tidak sesuai dengan sistem akuntansi pemerintahan berbasis kas. “Pendapatan dicatat sebagai Pendapatan Daerah hendaknya dicatat kalau sudah benar-benar dan riil diterima di kas daerah,” katanya.
Fraksi Golkar menilai pencatatan pendapatan yang belum pasti tersebut justru memperbesar risiko defisit. Dari sisi pertanggungjawaban APBD 2024, Wirya menyebut Pemprov Bali mencatat realisasi pendapatan daerah Rp7,82 triliun atau 113,80 persen dari target. Sementara belanja daerah terealisasi 93,55 persen dari pagu anggaran. Namun Fraksi Golkar mempertanyakan, apakah target pendapatan yang ditetapkan terlalu rendah atau justru perencanaan belanja yang tidak akurat.
Fraksi berlambang pohon beringin juga mendorong kejelasan sejumlah temuan BPK RI, di antaranya penghitungan Tambahan Penghasilan Pegawai (TPP) yang tidak sesuai aturan, serta realisasi dana BOS yang melebihi pagu SIPD Rp49,16 miliar.
Sedangkan Fraksi Demokrat-Nasdem yang dibacakan Gede Ghumi Asvatham mengungkapkan meskipun struktur APBD 2024 dirancang defisit dan ditutup melalui rencana pinjaman Rp842 miliar lebih, justru muncul Silpa Rp623,73 miliar di akhir tahun. “Ini berarti ada pendapatan daerah sebesar Rp842 miliar lebih ditambah Silpa Rp623,73 miliar lebih dengan jumlah sebesar Rp1,465 triliun lebih yang tidak dianggarkan,” ujar I Gede Ghumi Asvatham. (bgn008)2502312