Tabanan, Baliglobalnews
Sebuah inisiatif konservasi di Banjar Tingkih Kerep, Desa Tengkudak, Kecamatan Penebel, berhasil mengubah wajah desa yang dulunya sepi menjadi destinasi wisata edukasi yang ramai. Banjar ini kini dikenal sebagai “Kampung Jalak Bali,” di mana burung Jalak Bali (Burung Curik Bali) yang liar justru sangat jinak dan mudah berinteraksi dengan pengunjung.
Keunikan ini menjadi daya tarik utama. Jalak Bali di sini sering terlihat mendekati manusia, terutama saat diberi makanan seperti jangkrik atau buah lokal. Hal ini membuktikan keberhasilan program pelestarian yang telah berjalan sejak tahun 2024.
Kelian Dinas Banjar Tingkih Kerep I Nengah Mahardika mengatakan bahwa program ini berawal dari tradisi lokal. “Setiap 17 Agustus, kami mengadakan pelepasan burung dan ikan di Pura Gunung Agung sebagai bentuk penghormatan kepada para pejuang dengan cara menjaga lingkungan,” ujar Mahardika pada Selasa (12/8/2025). Inisiatif ini kemudian disambut baik oleh Yayasan FNPF (Friends of the National Park Foundation) yang tertarik dengan komitmen desa.
Sementara Project Manager Yayasan FNPF I Made Sugiarta mwngatakan Banjar Tingkih Kerep terpilih, karena memiliki awig-awig (aturan adat) yang kuat dalam melindungi satwa liar. Program pelepasan dimulai pada April 2024 dengan 20 ekor burung, dan total 60 ekor telah dilepas hingga Oktober. “Jumlah anaknya sampai saat ini adalah 27 ekor yang beranak di alam,” ungkap Sugiarta.
Sebagai upaya mendukung keberhasilan konservasi, FNPF memasang 22 kotak sarang (artificial nest box) di seluruh Desa Tengkudak. FNPF juga menjadikan Tingkih Kerep sebagai proyek “Kampung Jalak Bali” yang difokuskan pada wisata edukasi.
Meskipun masih gratis, pengunjung dipersilakan untuk memberikan donasi sukarela yang digunakan untuk pemeliharaan satwa. Rencana ke depan, FNPF akan mengembangkan jalur trekking dan mencari donatur untuk mendukung kegiatan konservasi berkelanjutan.
Keberhasilan konservasi ini juga berdampak positif pada ekonomi lokal. Sekretaris Desa Tengkudak I Wayan Andi Mahendra mencatat adanya peningkatan UMKM di banjar. “Desa adat mengelola warung, sehingga warga menyediakan makanan tradisional untuk tamu yang berkunjung,” ujarnya.
Saat ini, kata dia, fasilitas yang tersedia untuk pengunjung meliputi tempat istirahat, gazebo, dan pos pemantauan. Meski masih kekurangan toilet umum, toilet milik warga dapat digunakan.
Pengunjung yang datang pun beragam, kata Andi, mulai dari wisatawan domestik dari berbagai daerah di Bali seperti Nusa Dua, Canggu, dan Gianyar, hingga wisatawan mancanegara dari Jerman dan Italia. “Mereka ini kebanyakan para pecinta burung, pecinta alam, dan orang-orang yang tertarik dengan upaya konservasi,” katanya.
Program ini membuktikan bahwa konservasi tidak hanya berhasil menjaga satwa dari kepunahan, tetapi juga dapat menjadi motor penggerak ekonomi yang berkelanjutan dan menumbuhkan rasa kepemilikan masyarakat terhadap warisan alam mereka. (bgn020)25081203