Badung, Baliglobalnews
Di tengah pandemi Covid-19 yang menggila, kalangan industri pariwisata mengharapkan pemerintah dapat mengambil langkah berani untuk menyelamatkan pariwisata Bali.
Harapan itu disampaikan Ketua PHRI (Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia) Kabupaten Badung, IGN Surya Wijaya, ketika dimintai konfirmasi pada Senin (28/6).
Untuk itu, Suryawijaya minta pemerintah tetap sesuai rencana membuka Bandara I Gusti Ngurah Rai, bagi wisatawan internasional pada Juli mendatang.
“Harus ada langkah berani dari pemerintah untuk membuka international border. Kalau sudah dibuka, tentu akan ada tambahan wisatawan yang akan datang ke Bali. Tentu harus diberlakukan protokol kesehatan yang ketat. Jika mereka tiba dengan hasil negatif, berapa hari harus dikarantina, ke mana saja mereka diperbolehkan berwisata,” katanya.
Dia beralasan walaupun kasus Covid-19 mencapai tiga digit, angka kesembuhan sangat tinggi mencapai 93 persen dan angka kematian tidak lebih daripada 3 persen. Di satu sisi, Pemerintah Provinsi Bali terus melaksanakan vaksinasi massal untuk meningkatkan imunitas minimal 70 persen dari populasi penduduk agar tercapai herd immunity.
Selain itu, sarana industri pariwisata di Badung, baik hotel maupun restoran, hampir semuanya sudah mendapat sertifikasi CHSE (cleanliness health safety environmental sustainability).
Dia lantas membandingkan dengan perlakuan beda terhadap Bandara Cengkareng, Kuala Nano, Juanda, dan Bandara Manado yang terbuka untuk pintu internasional.
Suryawijaya lantas menyebutkan data wisatawan nusantara hingga saat ini yang datang ke Bali 7.000-9.000 per hari, sedangkan kamar hotel tersedia mencapai 146.000 lebih. “Jumlah itu tentu sangat rendah, kurang dari 10 persen. Dampaknya, yang saya amati setiap hari mulai dari Legian, Kuta, Seminyak dan yang lainnya tidak ada hotel yang buka. Paling yang buka satu dua. Itu pun hotel besar dengan mempekerjakan karyawan yang terbatas dan dibayar harian,” katanya.
Pemerintah, lanjutnya, harus memberikan perhatian lebih kepada Bali yang memberikan sumbangan devisa sangat besar sebelum adanya Covid-19. “Tahun 2019 (sebelum muncul Covid-19), Bali menyumbang devisa Rp 116 triliun dari keseluruhan yang mencapai Rp 280 triliun,” katanya seraya menambahkan, sangat wajar pemerintah harus menyelamatkan pariwisata Bali yang menjadi destinasi pariwisata dunia. Apalagi hampir 2 juta dari 4,3 juta masyarakat Bali menggantungkan hidup dari dunia pariwisata.
Dalam situasi saat ini, dia mengusulkan kepada pemerintah agar membantu pelaku pariwisata Bali memberikan pinjaman lunak. Pasalnya, untuk membuka kembali sarana pariwisata yang tidak terpakai setahun lebih tentu banyak yang harus direnovasi, seperti mengecat ulang kamar, membersihkan kolam, servis AC dan sebagainya. Untuk seluruh stakeholder pariwisata, Suryawijaya menyebutkan Bali paling tidak membutuhkan dana Rp 9,4 triliun untuk meng-cover dua tahun ke depan.
Wakil Ketua DPD PHRI Provinsi Bali itu mengharapkan semua pihak untuk taat pada aturan protokol kesehatan (prokes) yang ditetapkan pemerintah dengan menerapkan 3 M, meliputi memakai masker standar dengan benar, menjaga jarak, mencuci tangan.
Jika tidak demikian, Suryawijaya khawatir pariwisata Bali akan mati permanen. Pasalnya, hingga saat ini dampak pandemi tidak bisa dipastikan akan berakhir. “Kita tidak tahu apa dampak ke depan. Tapi kita jangan saling menyalahkan, mari berbuat sesuai peran masing-masing, bergotong-royong saling membantu, jangan saling hujat. Kita bersama 216 negara lain sedang menghadapi badai, tetapi berada di perahu yang berbeda. Ini situasi yang sulit. Kita tentu berharap bisa segera recovery,” tandasnya. (bgn003)21062801