Alih Fungsi Lahan di Bali Dalam Batas Normal

Denpasar, Baliglobalnews

Kepala Bidang Penataan dan Pemberdayaan Kantor Wilayah BPN Provinsi Bali I Made Herman Susanto mengatakan alih fungsi lahan di Pulau Bali masih dalam batas normal dan tidak begitu besar.

“Kalau melihat kecenderungan ini sebenarnya alih fungsi lahan itu tidak terlalu besar seperti yang disampaikan di media. Mungkin kalau pelanggaran terkait dengan itu biasanya mereka melanggar kaitannya mereka tidak punya izin. Karena kalau memohon izin itu pasti melalui mekanisme, salah satunya melalui sistem Online Single Submission (OSS),” kata Made Herman saat rapat pansus di DPRD Provinsi Bali tentang Penegakan Peraturan Daerah terkait Tata Ruang, Perizinan, dan Aset Daerah (Trap) pada Rabu (17/9/2025).

Berdasarkan data, alih fungsi lahan di Denpasar, dalam enam tahun terakhir, mengalami penyusutan mencapai 38,03 persen, atau rata-rata 6,34 persen per tahun. Posisi berikutnya ditempati Gianyar yang kehilangan 14,82 persen lahan sawah, dengan rata-rata 2,47 persen per tahun. Penurunan terkecil terjadi di Kabupaten Tabanan, yakni 3,64 persen dalam enam tahun terakhir, atau hanya 0,61 persen per tahun. Perubahan ini, disebabkan alih fungsi lahan yang berkaitan penyesuaian tata ruang. “Seperti Kota Denpasar, karena memang bukan tanah sawah sehingga bisa digunakan perencanaan pembangunan. Di tata ruangnya kemudian berubah sehingga bisa dilakukan pengurangan untuk LSD (lahan sawah yang dilindungi) itu sendiri,” katanya.

Dia menambahkan, data yang digunakan sejak 2019 berasal dari LBS (Luas Baku Sawah), LSD, dan sawah update, sehingga perubahan lahan bisa dilihat lebih terperinci baik di tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.

Berdasarkan catatan BPN, secara keseluruhan luas sawah di Bali turun dari 70.995,87 hektare pada 2019 dan menjadi 64.474 hektare pada 2024. Yang paling besar kehilangan luas sawahnya adalah Gianyar. Tahun 2019, sawah di Gianyar masih ada 11.780,80 hektare. Tapi tahun 2024 tinggal 10.035 hektare. Artinya hilang 1.745,80 hektare atau 14,82 persen, dengan rata-rata penyusutan 2,47 persen per tahun. Dari 2.164 hektare sawah di Kota Denpasar pada 2019, hanya tersisa 1.341 hektare. Penyusutannya 823 hektare atau 38,03 persen. Setiap tahun rata-rata turun 6,34 persen, jauh lebih tinggi dibanding kabupaten lain.

Kemudian, Kabupaten Buleleng juga mengalami penyusutan signifikan, dari 8.860,66 hektare menjadi 8.015 hektare, berkurang 845,66 hektare atau 9,54 persen dengan rata-rata 1,59 persen per tahun. Sementara Badung turun dari 9.072,48 hektare menjadi 8.301 hektare, kehilangan 771,48 hektare atau 8,50 persen, rata-rata 1,42 persen per tahun.

Selanjutnya Kabupaten Tabanan masih tergolong terbesar, namun mengalami penurunan dari 19.611,38 hektare pada 2019 menjadi 18.897 hektare pada 2024. Penyusutan tercatat 714,38 hektare atau 3,64 persen dengan rata-rata 0,61 persen per tahun, yang menjadikan Tabanan sebagai daerah dengan penurunan terkecil di Bali.

Kabupaten Jembrana mencatat penurunan dari 7.139,68 hektare menjadi 6.691 hektare, berkurang 448,68 hektare atau 6,28 persen dengan rata-rata 1,05 persen per tahun. Karangasem turun dari 6.584,14 hektare menjadi 5.976 hektare, kehilangan 608,14 hektare atau 9,24 persen dengan rata-rata 1,54 persen per tahun.

Serta Kabupaten Bangli dari 2.210,45 hektare menjadi 1.967 hektare, kehilangan 243,45 hektare atau 11,01 persen dengan rata-rata 1,84 persen per tahun. Sementara Klungkung mengalami penurunan dari 3.572,22 hektare menjadi 3.251 hektare, berkurang 321,22 hektare atau 8,99 persen dengan rata-rata 1,50 persen per tahun. (bgn008)25091719

alihfungsilahan
Comments (0)
Add Comment