Usai Debat Perdana,Gede Dana Sayangkan Mas Sumantri Hanya Bisa Salahkan Pihak Lain
Karangasem, Baliglobalnews
Debat terbuka perdana pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Karangasem yang berlangsung di Hotel Inna Grand Bali Beach Sabtu (24/10) sepertinya berlangsung berat sebelah. Pasalnya, kualitas jawaban dan pertanyaan Gede Dana membuat sandingannya, Mas Sumatri tidak berkutik.

Hal itu tercermin ketika Gede Dana bersama pasangannya, Wayan Arta Dipa, dengan lugas menjawab seluruh pertanyaan panelis. Paslon ini terlihat sangat siap untuk adu kemampuan dalam memimpin daerah. Gede Dana adalah Ketua DPRD Karangasem, tentulah amat paham persoalan daerah dan bagaimana cara mengatasinya. Demikian pula Wayan Artha Dipa, seorang doktor, wakil bupati dan mantan birokrat yang sudah sangat berpengalaman.

Usai debat, Gede Dana menyatakan Mas Sumatri hanya bisa menyalahkan pihak lain. Dia mencontohkan perihal Ranperda Penyertaan Modal senilai Rp 4,5 miliar untuk merealisasikan program perluasan 1.500 sambungan distrbusi air untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Persoalan ini diungkit Mas Sumatri, karena 45 anggota dewan dianggap sebagai biang kerok gagalnya program tersebut terealisasi, lantaran ranperdanya tidak dibahas dewan.

Gede Dana menilai Mas Sumatri tidak memahami mekanisme proses usulan ranperda. Pasalnya, rapat bamus sudah selesai dan tidak mungkin membahas usulan baru lagi. Terlebih, yang dimaksud usulan itu, ternyata baru sebatas usulan angka anggarannya, bukan detail ranperda.
“Seharusnya ranperda itu diserahkan bersamaan dengan Ranperda APBD 2020 dan rancangan penyertaan modal ke BPD Bali. Tapi draf ranperda penyertaan modal dari Perusda Tirta Tohlangkir diserahkan ketika pembahasan sudah jauh selesai. Keterlambatan ini, jelas membuat bamus Dewan tidak bisa membuatkan jadwal pembahasan dan melakukan pembahasan secara mendadak. Sebab, semua proses pembahasan ada mekanismenya. Tidak bisa main labrak begitu saja,” katanya.
Contoh lain, Gede Dana mengkritisi PAD terus melorot tiap tahun selama kepemimpinan Mas Sumatri. Padahal, persoalan ini amatlah fundamental dalam keberlangsungan pembangunan daerah. “Ini menunjukkan dia (Mas Sumatri-red) tidak mampu melakukan lobi-lobi, tidak mampu menjalin kerjasama, baik ke pemda lain seperti Pemkab Badung, Pemprov Bali maupun Pemerintah Pusat. Ini perlu penanganan serius. Dengan kepemimpinan satu jalur, fokus, lurus dan tulus, kita mampu meningkatkan PAD,” katanya.
Sistem pembelajaran daring (dalam jaringan) pun tak luput dari sorotan Gede Dana. Pasalnya, 60 persen wilayah Karangasem masih blank. Pandemi Covid-19, yang mengharuskan anak-anak belajar di rumah, tak mampu ditangani dengan baik oleh pemerintah daerah. Sehingga satu generasi di semua jenjang pendidikan menjadi korbannya.
Debat terbuka ini sejatinya sangat menguntungkan bagi paslon Dana-Dipa. Kepercayaan publik menjadi jauh meningkat setelah melihat paparan dan penampilan mereka lewat siaran live Bali TV. Tepuk tangan dan apresiasi juga datang dari masyarakat Bali yang menonton debat ini. Mereka menilai Dana-Dipa luar biasa.
Dengan kemampuan dan kematangan mereka, membuat paslon dua makin terlihat sesungguhnya tak memenuhi kualitas untuk dipercaya lagi membangun daerah seperti Karangasem. Terlebih, dengan begitu banyaknya kegagalan dalam memimpin daerah dalam lima tahun terakhir, membuat Karangasem menjadi kabupaten paling terpuruk di Bali. Padahal, Kabupaten Karangasem sempat berkembang pesat di era kepemimpinan dua periode Wayan Geredeg. Debat perdana tersebut menunjukkan kedua paslon jelas beda kualitas. (bgn003)20102604