Media Informasi Masyarakat

Tidak Terbukti Membuat Surat Palsu, Sandjaya Diputus Lepas Hakim PN Denpasar

Denpasar, Baliglobalnews

Tidak terbukti melakukan tindak pidana umum membuat surat palsu dalam kasus tanah, terdakwa Ir. Sandjaya dinyatakan lepas dari segala tuntutan hukum (ontslag van rechtsvervolging) oleh Majelis Hakim PN Denpasar.

Pengertian “Ontslag Van Rechtsvervolging” adalah segala tuntutan hukum atas perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa ada dalam surat dakwaan jaksa atau penuntut umum yang telah terbukti secara sah dan meyakinkan menurut hakim, akan tetapi terdakwa tidak dapat dijatuhi pidana.

Sidang yang diketuai Majelis Hakim, Putu Gede Noviarta dengan hakim anggota Made Pasek dan Wayan Sukra Dana itu, menyatakan terdakwa tidak melanggar Pasal 263 ayat (1) atau pasal 263 ayat (2) tentang pemalsuan surat.

Usai sidang, Kuasa Hukum Ir. Sandjaya bernama Erwin Siregar menuturkan secara gamblang kasus ini awalnya terkait tanah warisan milik kliennya yang terletak di jalan Batas Dauh Sari, Sesetan, Denpasar Selatan, dengan luas kurang lebih 1 hektar. Pelapor atau saksi 1 dalam kasus ini yakni Putu Widyantara.

Dimana awalnya, Ir. Sandjaya dilaporkan ke Mapolda Bali oleh saksi atas dugaan penyerobotan. Namun dua kali laporan dibuat di Polda Bali, kasusnya berujung SP3. Pertimbangan Polda saat itu mengeluarkan SP3 karena Ir.Sanjaya berhasil menunjukan Salinan surat silsila keluarganya yang saat itu diminta oleh Polda Bali.

Namun, karena berujung SP3, saksi 1 atau Putu Widiantara kembali membuat laporan ke Mapolresta Denpasar dengan tuduhan pemalsuan surat. “Polisi (Polda Bali) meminta, apa bukti jika itu tanah bapaknya (ayah dari Ir.Sanjaya). Akhirnya dia (Ir.Sandjaya) menyalin silsilah dan ditunjuk ke Polda. Karena menyalin silsilah itu dia akhirnya dibilang memalsukan dan dilapor ke Polresta. Celakanya lagi, kasus ini di P21 oleh kejaksaan,” kata Erwin Siregar di Denpasar, Rabu (17/3/2021).

Kemudian, kasusnya berjalan ke persidangan. Sementara saat itu, Ir. Sandjaya sempat ditahan selama kurang lebih satu bulan. Selaku kuasa hukum, Erwin Siregar mengajukan penangguhan dan dikabulkan.

“Dari tuntutan saja saya sudah curiga karena hanya empat bulan. Jadi saya pikir tujuan mereka ini hanya dinyatakan salah saja,” ucap Erwin yang juga Anggota Dewan Penasehat Nasional (DPN) Peradi Pusat yang diketuai Oto Hasibuan ini.

Pertimbangan hakim perbuatan menyalin itu ada, tetapi merupakan perbuatan perdata. Artinya Sandjaya menyalin dari yang asli untuk meyakinkan Polda Bali pada laporan pertama dan kedua yang di SP3 itu. Akhirnya dilepas demi hukum,” beber Erwin Siregar.

Kasus tanah itu bermula pada Tahun 1968, tanah yang terletak di jalan Batas Dauh Sari, Sesetan, Denpasar Selatan, dengan luas kurang lebih 1 hektar itu memiliki sertifikat atas nama ayah dari terdakwa Bernama Wijaya Kusuma. Kemudian pada tahun 90-an dilakukan pembaharuan sertifikat dengan atas nama yang masih sama, I Made Widja Kusuma.

Tiba-tiba di tahun 2020, pelapor menuduh Ir.Sanjaya melakukan penyerobotan tanah. Dimana asal muasal tanah itu merupakan warisan dari kakek terdakawa bernama I Made Wanten yang kemudian diwariskan kepada ayah terdakwa. Namun tiba-tiba, pelapor mengaku jika itu adalah tanah dari keturunannya yang diberikan oleh kakeknya bernama Kak Wanten.

“Padahal, I Made Wanten dan Kak Wanten ini adalah dua orang yang berbeda. Antara pelapor dan klien saya tidak ada hubungan keluarga secara silsilah keluarga,” kata Erwin.

Kemudian, I Putu Widyantara akhirnya merasa dirugikan dengan silsilah tersebut dan memilih melapor ke penegak hukum setelah beberapa kali melakukan mediasi. (bgn008)21031733

Comments
Loading...
This open-source AI writing assistant: source.