Seka Gong Wira Agra Kusuma Duta GKD Kabupaten Badung Sajikan Sejarah Desa Blahkiuh di PKB 2025
Denpasar, Baliglobalnews
Seka Gong Wira Agra Kusuma, Desa Blahkiuh, menampilkan sejarah Desa Blahkiuh, Kecamatan Abiansemal, Badung, pada Pesta Kesenian Bali (PKB) ke-47 tahun 2025 di panggung terbuka Ardha Chandra, Art Center, Denpasar, pada Sabtu (11/11/2025).
Ribuan penonton terkagum-kagum oleh penampilan puluhan seniman muda asal Blahkiuh yang berada satu panggung dengan Seka Gong Duta Kabupaten Buleleng.
Sang Konseptor I Gusti Made Darma Putra mengatakan Seka Gong Wira Agra Kusuma membawakan tiga buah Garapan, meliputi Tabuh Nem Lelambatan Periring Kreasi, Tari Kreasi Kebyaran dan Fragmentari. “Ketiga garapan ini terinspirasi dari Sejarah Desa Blahkiuh, mulai dari sejarah Singasari sebagai cikal bakal Desa Blahkiuh. Kemudian adanya keberadaan Pura Luhur Giri Kusuma dengan berbagai taksunya dan adanya Tari Kecak Blahkiuh,” katanya ketika ditemui di sela-sela penampilan.
Menurut Darma Putra, Tabuh Nem Lelambatan Periring Kreasi “Giri Kusuma” sebagai penampilan pembuka menggambarkan ungkapan rasa syukur kepada Sang Maha Pencipta atas Anugerah yang telah diberikan terhadap kehidupan serta keberlangsungan semesta ini. Segala bentuk kemudahan telah dicapai dalam meniti sebuah harapan. Giri Kusuma adalah merupakan spirit lokal religius menuju tata tentram kerta raharja. “Tabuh ini sebagai bentuk refleksi sebuah euforia akan pencapaian hal tersebut, dituangkan lewat alunan melodi dengan ornamentasi pola ritme dalam sebuah pola garap Tabuh Nem Lelambatan Periring Kreasi,” katanya.
Tari Kreasi Kekabyaran “Kakundur”, kata dia, termanifestasi dari permata gemilang yang memancar dari semesta budaya Desa Blahkiuh. Sebuah karya tari kreasi kekebyaran yang lahir dari nafas jiwa leluhur yang terinspirasi oleh keagungan Hyang Ratu Panji berstana megah di Pura Luhur Giri
Kusuma. Di dalamnya terformulasi kekuatan Cak Desa Blahkiuh dengan vokabuler gerak yang
khas dan energi yang membalut tarian ini, menyiratkan nyanyian semesta yang bergetar dari nadi tradisi. Setiap alunan irama dan hentakan cak mengangkat martabat Desa Blahkiuh sebagai benteng spiritual yang terus bersinar di antara denyut zaman. “Kakundur bukan sekadar sebuah tari kreasi, tetapi pusaka gerak yang menari dalam gema waktu, menggetarkan bumi dengan irama cak yang terpatri abadi dalam Semesta Jagat Kertih,” katanya.
Sementara fragmentari “Sabda Prawara” sebagai penampilan pamungkas menggambarkan di balik gemerlap kejayaan dan harum mahkota, menyala bara yang tak kasat mata. Bara dari hasrat, luka yang bisu, dan ambisi yang menjerat. Ketika cinta bersimpuh pada altar politik, bukan restu yang datang, melainkan petaka bertuah. “Ndi rug Singasari, rug Ayunan, Ndi rug Ayunan, Rug Singasari.”
Sabda yang lahir dari bayang-bayang kekuasaan itu tak sekadar gema, melainkan gelegar yang menggetarkan langit batin dan meruntuhkan dinding keyakinan. Sabda Prawara adalah kisah tentang jiwa yang diuji di persimpangan, ketika Dharma menjadi pelita dalam gulita, dan spiritualitas menjelma menjadi senjata dalam perang batin.
Ketika pusaka suci terangkat dan mantra sakral menggema, medan laga pun berubah menjadi altar pengorbanan, “Sabda Prawara diujung lidah raja, takdir berbelok arah”. Dalam penampilannya ini, Seka Gong Wira Agra Kusuma total melibatkan sebanyak 32 orang yang terdiri dari penari dan penabuh. (adv/bgn003)25071203