Pertumbuhan Ekonomi Bali Berkualitas melalui Penguatan Konsumsi dan Akselerasi Investasi
Denpasar, Baliglobalnews
Kantor Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Bali mendorong pemerintah daerah melakukan penguatan konsumsi dan akselerasi investasi berkualitas, guna mendorong pertumbuhan ekonomi inklusif dan berkelanjutan pada tahun 2025.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali Erwin Suriadimaja menyampaikan upaya yang perlu dilakukan dengan meningkatkan sektor-sektor potensial untuk dikembangkan ke depan, yaitu pertanian, infrastruktur, dan ekonomi kreatif, sehingga menghasilkan masukan bagi kebijakan yang lebih baik dalam sektor investasi dan konsumsi.
“pertumbuhan ekonomi provinsi Bali pada triwulan III 2024 tercatat mencapai 5,43% dan diprakirakan akan berada dalam mid range 5,1-5,8% untuk keseluruhan tahun 2024, atau lebih tinggi dibandingkan proyeksi nasional sebesar 4,7-5,5%. Capaian ini terutama didorong oleh kinerja sektor pariwisata yang kuat. Selanjutnya, untuk memastikan pertumbuhan ekonomi Bali tetap berkelanjutan dan inklusif, diperlukan upaya diversifikasi ekonomi,” kata Erwin dalam keterangannya pada Selasa (14/1/2025).
Erwin menyebutkan pertumbuhan ekonomi Bali juga banyak didorong oleh konsumsi rumah tangga, yang menyumbang 52,17 persen dari total pertumbuhan ekonomi. Sektor ekspor berkontribusi sebesar 38 persen, sementara sektor akomodasi, makan, dan minum menyumbang 22 persen.
Dia juga mencatat 44 persen dari total pertumbuhan ekonomi Bali berasal dari sektor pariwisata, yang menjadi tulang punggung utama perekonomian pulau ini. “Namun, untuk menjaga keberlanjutan dan meningkatkan keberagaman ekonomi Bali, penting untuk memperkuat iklim investasi dengan memfokuskan perhatian pada sektor-sektor lain yang memiliki potensi tak kalah besar, seperti pertanian, infrastruktur, dan ekonomi kreatif berbasis budaya,” ujarnya.
Dalam hal ini, kata dia, Bank Indonesia menekankan pentingnya diversifikasi investasi yang selama ini lebih terkonsentrasi pada sektor tersier, khususnya pariwisata. Pada tahun 2023, sektor tersier menyumbang hingga 92 persen dari total investasi, dan angka ini diperkirakan akan meningkat menjadi 97,8 persen pada tahun 2024.
Sementara Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Bali I Wayan Wiasthana Ika Putra menyoroti adanya kesenjangan pembangunan yang cukup signifikan antar wilayah dan sektor di Bali. “Konsentrasi pertumbuhan ekonomi yang dominan terjadi di wilayah Sarbagita dan sektor pariwisata, menjadi tantangan utama dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang inklusif,” katanya.
Dalam sesi diskusi, Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali GA Diah Utari memaparkan pertumbuhan ekonomi Bali 2025 perlu didukung oleh 2 hal, yakni penguatan kinerja konsumsi rumah tangga dan percepatan investasi yang berkualitas. “Penguatan kinerja konsumsi rumah tangga memerlukan pengendalian inflasi khususnya volatile food melalui peningkatan produktivitas pertanian dan efisiensi rantai pasok untuk menjaga daya beli masyarakat,” katanya.
Sementara Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Bali I Wayan Sumarajaya menyampaikan bahwa realisasi investasi di Bali terus mengalami peningkatan, terutama didorong oleh minat investor asing. “Kepercayaan investor terhadap proyek-proyek strategis di Bali menjadi salah satu faktor pendorong utama,” katanya.
Sumarajaya juga menyoroti adanya ketimpangan dalam distribusi investasi, di mana sebagian besar investasi terkonsentrasi di Kabupaten Badung. Oleh karena itu, upaya yang telah dilakukan oleh DPMPTSP Provinsi Bali adalah dengan mendorong percepatan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) online terintegrasi melalui OSS di Provinsi Bali.
Senior Manager Guidance & Consultation PT Penjaminan Infrastruktur Indonesia (PII) Dally Ramdhan Sugandria menyampaikan bahwa Pemerintah Provinsi Bali dapat mempertimbangkan skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU) untuk mempercepat pembangunan infrastruktur. “Dengan skema ini, pemerintah dapat berperan sebagai contracting agency, sementara penyediaan dana dan pembangunan infrastruktur diserahkan kepada pihak swasta. Skema KPBU menawarkan sejumlah keuntungan, seperti percepatan penyelesaian proyek, minimnya risiko pembengkakan biaya (cost overrun), peningkatan kualitas layanan publik, serta tidak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara/Daerah (APBN/APBD). Dengan demikian, skema KPBU dapat menjadi solusi efektif untuk mengatasi kesenjangan pembangunan di berbagai wilayah di Bali dengan mempercepat pemerataan pembangunan infrastruktur,” jelasnya. (bgn008)25011507