Media Informasi Masyarakat

Pansus TRAP DPRD Bali Berikan 106 Dokumen Sertifikat Diduga Bermasalah kepada Kejati dan Polda Bali

Denpasar, Baliglobalnews

Panitia Khusus (Pansus) Tata Ruang, Aset, dan Perizinan (Trap) DPRD Provinsi Bali memberikan 106 dokumen sertifikat tanah diduga bermasalah di kawasan Tahura Ngurah Rai dan mangrove kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali serta Polda Bali. 

Ketua Pansus I Made Suparta menegaskan langkah ini menjadi bagian dari tindak lanjut Pansus dalam menegakkan Peraturan Daerah (Perda) dan regulasi tata ruang, perizinan, serta perlindungan aset daerah. “Yang kami serahkan tadi dokumen 106 sertifikat, dan dokumen-dokumen lainnya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, wilayah pesisir mangrove, dan kemudian dokumen-dokumen lainnya terkait terindikasi pelanggaran tata ruang perizinan dan aset di seluruh Bali,” katanya usai rapat di Gedung DPRD Bali, pada Senin (29/9/2025).

Menurut Anggota Komisi I DPRD Bali itu, rapat kali ini menghasilkan kesepakatan penting, yaitu gerakan bersama lintas sektor untuk mengembalikan fungsi konservasi di wilayah pesisir Bali. “Dalam rapat Pansus tadi yang luar biasa dari seluruh lembaga yang kita undang, semua sepakat membuat satu gerakan bersama untuk kepentingan menjaga Bali dan masyarakat Bali,” katanya.

Menurut dia, fungsi mangrove harus dikembalikan sebagai kawasan lindung agar tetap mampu menyerap air, menyalurkan limpasan hujan ke laut, serta melindungi daratan dari gerakan air laut. Sebagai langkah awal, Pansus menyerahkan dokumen terkait penerbitan 106 sertifikat di kawasan Tahura kepada aparat penegak hukum. Sertifikat tersebut dinilai bermasalah karena terbit di wilayah konservasi. 

Secara regulasi, kata Suparta, jelas tidak membolehkan adanya sertifikat di wilayah konservasi, baik melalui konversi maupun pemberian hak. Proses penerbitan pun diduga sarat pelanggaran karena tidak disertai pengumuman ke masyarakat sebagaimana mestinya. “Kalau pemberian hak itu artinya tanah negara dulunya, tanah negara itu kemudian dikuasai 20 tahun baru diberikan sertifikat. Pertanyaannya, apakah orang bisa hidup di mangrove 20 tahun? Kalau dia nelayan mungkin, tapi kalau dia bukan nelayan dikasih sertifikat, nah itu terindikasi sudah pelanggaran,” tegas Ketua Fraksi PDIP DPRD Bali ini.

Di luar masalah 106 sertifikat, Pansus juga menemukan kasus lain di kawasan yang beririsan dengan mangrove, termasuk lahan seluas 60 are, 70 are, hingga 28 are yang disewa pabrik manufaktur milik investor Rusia di Tahura Bypass Ngurah Rai. Kasus ini disebut masih dalam pendalaman dan bisa dibatalkan jika terbukti dokumen perizinannya tidak sah.

Disinggung bangunan apa yang berdiri di lahan dari 106 sertifikat itu digunakan sebagai apa, Supartha mengungkapkan sebagian besar sudah beralih fungsi untuk kegiatan industri maupun perdagangan. Dia menegaskan tata ruang provinsi maupun peraturan perundang-undangan di atasnya sudah jelas menetapkan Tahura sebagai kawasan konservasi dan hutan lindung. Dengan status itu, segala bentuk pemanfaatan ruang untuk industri, perdagangan, maupun jasa dinilai bertentangan dengan aturan. “Dari yang 106 sertifikat itu kan terindikasi sudah ada kegiatan industri. Ada kegiatan perdagangan. Maka itu tadi sepakat dengan DPRD yang ada di Denpasar dan Badung, nanti coba kita evaluasi RDTR-nya (rencana detail tata ruang),” jelasnya.

Dia juga menegaskan tidak boleh ada perbedaan antara RDTR kabupaten/kota dengan tata ruang provinsi maupun undang-undang nasional. Menurutnya, jika tata ruang provinsi menyatakan wilayah tersebut sebagai kawasan konservasi, maka RDTR di tingkat bawah harus menyesuaikan. “Kalau tata ruang provinsi dan undang-undang di atasnya menyatakan itu wilayah konservasi, wilayah lindung, ya memang tidak boleh detailnya itu sebagai kegiatan perdagangan dan industri dan jasa. Tidak boleh bertentangan. Maka itu evaluasi,” katanya.

Selain itu, berbagai pelanggaran tata ruang yang harus juga dicermati seperti pembangunan di sempadan sungai, danau, dan pantai yang jelas-jelas dilarang. “Aturan sudah mengatur batas sempadan, 100 meter dari laut, 50 meter dari danau, dan 5 meter dari sungai. Karena itu, pihak kejaksaan dan kepolisian bersama Satpol PP telah mengambil langkah hukum,” katanya.

Sementara Ketua Fraksi Demokrat-Nasdem DPRD Bali, Somvir, menekankan pentingnya menjaga sumber daya alam Bali sebagai kunci untuk menjamin kehidupan masyarakat yang aman dan damai di masa depan. “Saya kira apa yang kemarin kita harapkan bahwa bagaimana Bali 100 tahun ke depan bisa aman, damai, dan hal-hal itu baru bisa kalau hutan kita, air kita, laut kita, sawah kita itu bisa dijaga dengan baik,” katanya.

Hal senada dikatakan Ketua Fraksi Gerindra-PSI DPRD Bali I Gede Harja Astawa yang menilai langkah aparat penegak hukum (APH) yang mulai bergerak merupakan terobosan yang patut diapresiasi “Hal-hal yang terindikasi ke proses pidana, pasti kita akan memberikan rekomendasi itu, jika memang ada indikasi ke sana. Kemudian, masalah ini kan istilahnya sudah sejak dulu ada, cuma ini momen untuk membongkar semua,” ujarnya.

Menurut Harja, Bali memang terbuka bagi investor, namun investasi yang diterima harus memiliki rekam jejak yang baik dan tidak merusak lingkungan. Ia menegaskan pansus dibentuk karena adanya urgensi besar yang harus segera diselesaikan. Masa kerja pansus ini yang hanya enam bulan diharapkan cukup untuk memberikan dampak nyata bagi penegakan hukum tata ruang, perizinan, maupun aset daerah.

Kasi Pengendali Operasi pada Bidang Tindak Pidana Khusus Kejati Bali AA Ngurah Jayalantara mengatakan saat ini proses pengumpulan data sedang berlangsung. “Sudah dimulai pengumpulan data, baru dimulai pengumpulan data. Ini kan gayung bersambut jadi di sini kan lengkapi dulu,” ucapnya.

Menurut Jayalantara, tim kejaksaan masih mendalami apakah terdapat indikasi pelanggaran hukum atau penyalahgunaan kewenangan dalam kasus tersebut. “Apakah ada indikasi PMH-nya (perbuatan melanggar hukum) atau penyalahgunaan kewenangan, atau merugikan keuangan negara atau menguntungkan orang lain, nah itu nanti akan dianalisa oleh tim, nanti akan diekspos ke pemerintahan juga,” jelasnya.

Untuk masa penyelidikan dibatasi 30 hari dan dapat diperpanjang bila diperlukan. Penyelidikan ini sudah berjalan sekitar dua minggu terakhir. Sejumlah pihak yang dianggap relevan dengan proses pemberian izin juga telah dimintai keterangan. 

Namun, ketika ditanya siapa saja yang sudah diperiksa dan berapa jumlahnya, Jayalantara belum dapat memberikan informasi karena masih tahap penyelidikan lebih dalam. “Sudah, bukan saksi ya, permintaan keterangan beberapa pihak. Ada beberapa, ya yang berkaitan dengan proses pemberian izin” katanya.

Langkah Kejati Bali yang mulai melakukan penyelidikan terkait dugaan penerbitan sertifikat di kawasan konservasi mendapat dukungan dari berbagai kalangan. Proses hukum dinilai menjadi momentum penting untuk membongkar praktik penyimpangan tata ruang yang sudah berlangsung sejak lama. (bgn008)25092914

Comments
Loading...