Kajati Bali Tegaskan Perkara Korupsi dan Pidana Berat tak Bisa Lewat Bale Kertha Adhyaksa
Denpasar, Baliglobalnews
Kepala Kejaksaan Tinggi Bali Ketut Sumedana menegaskan penyelesaian perkara melalui sistem Bale Kertha Adhyaksa dikhususkan bagi persoalan-persoalan ringan yang menyangkut kehidupan sosial masyarakat, bukan untuk tindak pidana berat atau kasus yang menyangkut kerugian negara, misalnya korupsi.
“Kalau korupsi, pembunuhan, pemerkosaan, tetap hukum positif yang dipakai. Ini (Bale Kertha Adhyaksa), bukan untuk menggantikan sistem hukum nasional. Perkara-perkara berat tetap kami proses secara hukum,” katanya usai acara penandatanganan komitmen bersama Bale Kertha Adhyaksa tahun 2025 di Kantor Kejati, Renon, Denpasar, pada Senin (30/6/2025).
Dia menjelaskan sistem ini (Bale Kertha Adhyaksa) mengedepankan penyelesaian masalah melalui musyawarah, melibatkan bendesa adat, sabha desa, dan kertha desa. Kajati menyebut, ini adalah bentuk nyata dari konsep ultimum remedium, di mana pengadilan menjadi jalan terakhir jika upaya penyelesaian adat tidak mencapai mufakat. “Harapan kita keadilan itu ada di masyarakat, bukan di ruang sidang. Kalau masalah bisa diselesaikan di desa, ya selesaikan di sana,” ujarnya.
Sumedana menyampaikan bahwa komitmen bersama ini merupakan puncak dari rangkaian panjang roadshow yang dimulai sejak 17 Maret 2025 di Kabupaten Bangli dan berakhir pada 12 Juni 2026 di Kota Denpasar.
Selama satu tahun lebih, Kajati bersama Gubernur Bali mengunjungi sembilan kabupaten/kota dan mensosialisasikan konsep Bale Kertha Adhyaksa di hadapan ribuan peserta, termasuk para bendesa adat, pimpinan SKPD, camat, dan tokoh masyarakat. “Penyambutan luar biasa dari pemerintah daerah membuktikan bahwa kebutuhan akan sistem penyelesaian perkara yang berbasis adat sangat tinggi. Antusiasme ini menjadi fondasi kuat bagi pelaksanaan Bale Kertha Adhyaksa secara menyeluruh,” katanya.
Sumedana menegaskan Bale Kertha Adhyaksa bukanlah lembaga baru yang berdiri sendiri di luar struktur adat. Lembaga ini justru menjadi bagian integral dari sistem kelembagaan desa adat yang telah diwariskan secara turun-temurun di Bali. Dalam pelaksanaannya, Kejaksaan hanya bertindak sebagai fasilitator dan penasihat (advisor), bukan sebagai aktor utama. “Kami hanya mendampingi. Kalau bisa diselesaikan oleh desa adat sendiri, kita tidak perlu berperan apa-apa. Bahkan kalau sudah berjalan baik, Kejaksaan tidak perlu ada di sana lagi,” katanya.
Sementara Gubernur Bali Wayan Koster mengatakan Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Bale Kertha Adhyaksa harus menjadi prioritas dan disahkan paling lambat akhir Juli 2025. Untuk itu, Koster meminta DPRD Provinsi Bali segera menindaklanjuti draf yang telah disusun Kejaksaan Tinggi Bali, untuk dijadikan landasan hukum revitalisasi sistem penegakan hukum berbasis desa adat. “Konsepnya sudah dibuat Kajati, tidak usah sempurna dulu. Yang penting ada landasan hukum untuk menjalankan Bale Kertha Adhyaksa ini di seluruh Bali,” tandasnya. (bgn008)25063010