Media Informasi Masyarakat

Gubernur Bali, Wayan Koster Ukir Sejarah Selesaikan Konflik Agraria di Desa Sumberklampok Seluas 612 Hektar

Singaraja, Baliglobalnews

Gubernur Bali, Wayan Koster, menghadiri doa bersama masyarakat Desa Sumberklampok, Kecamatan Gerokgak, Kabupaten Buleleng, sebagai wujud syukur kepada Hyang Widhi Wasa atas terselesaikannya redistribusi lahan eks. HGU pada masyarakat Desa Sumberklampok yang telah menempati lahan tersebut secara turun-temurun.

Doa bersama yang berlangsung di Pura Perjuangan, Desa Sumberklampok juga dihadiri oleh Wakil Bupati Buleleng, Nyoman Sutjidra; Ketua DPRD Buleleng, Gede Supriatna: mantan Kakanwil BPN Provinsi Bali, Rudi Rubijaya, Perbekel Desa Sumberklampok, I Wayan Sawitra Yasa pada, Minggu (7/11).

Usai sembahyang, Gubernur Bali dalam pidatonya berpesan kepada warga Desa Sumberklampok yang baru saja memperoleh sertifikat hak milik atas tanah, agar bisa memanfaatkan lahan tersebut dengan baik. “Jangan digadaikan. Buat lahannya jadi produktif yang mampu memberikan kesejahteraan,” pesan Gubernur asal Desa Sembiran, Buleleng itu seraya menyampaikan rasa syukur karena dengan ketulusan, ketegasan dan butuh keberanian, persoalan tanah di Sumberklampok yang sudah terjadi bertahun-tahun hingga 6 periode di kepemimpinan Gubernur di Bali hingga membuat masyarakat desa sekian kali melakukan perjuangan ke tingkat Pemda serta ke Pemerintah Pusat. “Ternyata di dalam kepimpinan saya menjadi Gubernur Bali, bisa terselesaikan,” katanya. Gubernur menceritakan sekitar Agustus 2019, Kepala Desa, Bandesa Adat, dan tokoh masyarakat Desa Sumberklampok audiensi menyampaikan aspirasi dan keluh kesah warga yang menginginkan agar tanah yang ditempati dan digarap dapat dimohonkan menjadi hak milik dengan diterbitkannya sertifikat hak atas tanah.

“Pada kesempatan audiensi tersebut, saya mempertimbangkan aspirasi warga tersebut dan meminta waktu untuk mempelajari sejarah serta fakta tanah di Desa Sumberklampok,” katanya.

Setelah mempelajari dokumen riwayat tanah dan melakukan pembahasan dengan Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali, ternyata dapat dipertimbangkan permohonan warga untuk memperoleh hak atas tanah yang ditempati dan digarap melalui kebijakan Reforma Agraria.

Adapun yang dijadikan sebagai dasar pertimbangan yakni: secara faktual warga telah menempati/menggarap tanah secara turun temurun  sejak tahun 1923. Warga telah berjuang untuk memperoleh hak atas tanah yang ditempati atau digarap sejak tahun 1960. Telah terbentuknya Desa Adat Sumberklampok sejak tahun 1930. Terbentuknya Desa Dinas Desa Sumberklampok sejak tahun 1967, yang kemudian menjadi desa dinas definitif pada tahun 2000.

Merujuk hasil pembahasan dengan Badan Pertanahan Nasional Provinsi Bali, hingga mempelajari kebijakan Reforma Agraria serta dasar pertimbangan tersebut, Gubernur mengundang kepala desa, bandesa adat, dan tokoh masyarakat Desa Sumberklampok (Tim Sembilan) untuk melakukan pertemuan guna membahas komposisi pembagian tanah antara Pemerintah Provinsi Bali dengan pihak warga.

“Setelah melalui diskusi yang mendalam, saya menyepakati komposisi pembagian yang diinginkan oleh pihak warga yaitu 30% (154,23 hektar) untuk Pemerintah Provinsi Bali dan sebesar 70% (359,87 hektar) untuk pihak warga (dari total tanah garapan saja seluas 514,10 hektar),” katanya.

Dengan demikian, pihak warga memperoleh tanah dengan total luas mencapai 458,70 hektar atau sekitar 74,84% (terdiri dari tempat tinggal dengan luas 65,55 hektar, fasilitas umum dan jalan dengan luas 33,28 hektar, dan tanah garapan dengan luas 359,87 hektar, red). Jadi menurut hemat saya, kebijakan ini sudah merupakan keputusan yang sangat arif dan bijaksana dengan menunjukkan keberpihakan penuh kepada pihak warga Desa Sumberklampok,” katanya.

Proses penyertifikatan lahan bagi masyarakat Sumberklampok, kata Gubernur, telah mendapatkan atensi dari Pemerintah Pusat terutama Kementerian Agraria dan Rata Ruang/BPN. “Bapak Menteri langsung datang ke lapangan. Kepala KSP, Bapak Moeldoko juga menaruh perhatian karena penerbitan sertifikat di Sumberklampok ini termasuk yang terbanyak di Indonesia dan konfliknya berjalan lama sekali. Penyelesaian masalah tanah ini sejalan pula dengan Reforma Agraria yang kini dijalankan oleh Pemerintah Pusat,” pungkasnya.

Perbekel Desa Sumberklampok, I Wayan Sawitrayasa, mengatakan terselesaikannya masalah tanah warga Sumberklampok adalah momen bersejarah bagi warga, dan akan dikenang hingga anak cucu nanti. “Ini juga menjadi bukti nyata, bahwa Bapak Gubernur Bali, Wayan Koster, telah membuat sejarah di Desa Sumberklampok, karena mampu menyelesaikan konflik agraria seluas 612 hektar. Perjuangan ini tidak mudah, sehingga ini hal yang luar biasa dan kami mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Gubernur Bali, Wayan Koster karena telah bekerja keras untuk rakyat secara fokus, tulus dan lurus,” ungkapnya seraya menyampaikan doa syukur bersama ini dilaksanakan secara Hindu dan Islam yang dijalankan dalam bingkai toleransi dan berdampingan, dengan tujuan untuk menyampaikan ucapan terimakasih kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena telah melancarkan perjuangan masyarakat Sumberklampok.

Pada akhir acara doa bersama tersebut, Gubernur Bali, Wayan Koster menandatangani prasasti redistribusi tanah untuk masyarakat Sumberklampok melalui program Reforma Agraria.

(bgn003)21110803

Comments
Loading...