Fraksi DPRD Bali Soroti Pinjaman Daerah Rp347 Miliar
Denpasar, Baliglobalnews
Empat Fraksi DPRD Bali menyoroti rencana Pemerintah Provinsi Bali menutup defisit anggaran Rp569 miliar lebih dalam Perubahan APBD Semesta Berencana Tahun Anggaran 2025 dengan mengandalkan pinjaman daerah Rp347 miliar. Hal itu terungkap dalam Rapat Paripurna DPRD Bali ke-25 dengan agenda pandangan umum fraksi-fraksi yang digelar di Gedung Wisma Sabha, Kantor Gubernur Bali, Niti Mandala, Denpasar, Senin (21/7/2025).
“Perubahan APBD 2025 harus dijalankan dengan prinsip transparansi, akuntabilitas, dan keberpihakan kepada rakyat. Dan kami memberikan lima catatan strategis terhadap isi Raperda tersebut,” kata Fraksi PDIP yang dibacakan I Putu Suryandanu Willyan Richart.
Dia menjelaskan, lima catatan itu pertama, peningkatan pendapatan asli daerah (PAD) dari Rp3,58 triliun menjadi Rp4,05 triliun diapresiasi, namun fraksi menilai pemerintah perlu memberikan penjelasan lebih rinci terkait dasar perhitungan optimistis tersebut.
Kedua, fraksi menyoroti penurunan pendapatan transfer Rp2,04 miliar dan meminta penjelasan atas dampaknya terhadap program-program yang sebelumnya dibiayai Dana Alokasi Khusus (DAK) Fisik. Ketiga, mereka menilai penurunan pada belanja modal dan belanja tidak terduga berisiko menurunkan daya tahan infrastruktur dan kemampuan pemerintah merespons kondisi darurat, padahal belanja daerah secara total justru meningkat dari Rp6,8 triliun menjadi Rp7,07 triliun.
Catatan keempat menyangkut lonjakan belanja bagi hasil dari Rp582 miliar menjadi Rp1,01 triliun. Fraksi mendorong agar distribusi dana dilakukan adil dan transparan agar pembangunan berjalan merata di seluruh Bali. Terakhir, Fraksi PDIP meminta penjelasan atas pinjaman daerah Rp347 miliar, terutama terkait urgensinya serta dampaknya terhadap fiskal jangka panjang. “Kami berharap agar perubahan APBD ini benar-benar memperkuat ketahanan ekonomi lokal, menyentuh kebutuhan rakyat banyak, dan menjaga keseimbangan lingkungan hidup Bali,” ujarnya.
Kemudian, Fraksi Gerindra-PSI yang dibacakan I Kadek Diana, mempertanyakan strategi penganggaran pinjaman yang menurut mereka selalu muncul tiap tahun, namun tak pernah direalisasikan. Tahun 2023 dan 2024, pinjaman masing-masing Rp670 miliar dan Rp832 miliar sempat dianggarkan, tetapi realisasi nol. Sementara, belanja daerah tetap berjalan lancar.
“Pertanyaannya adalah kenapa hal ini senantiasa secara berulang selalu terjadi, atau diperlukan strategi dalam merumuskan anggaran dengan melakukan pinjaman Daerah sebagai upaya menutup defisit, dan ketika dalam pelaksanaannya pinjaman tidak dilakukan, namun pelaksanaan belanja tetap dapat berjalan lancar?” katanya.
Mereka juga meminta kejelasan atas status pinjaman dari PT Bank BPD Bali yang tercantum dalam Raperda 2025, namun dengan tahun perjanjian 2024. Fraksi menyebut hal ini perlu dijelaskan secara terbuka agar tidak menimbulkan persepsi manipulatif terhadap publik. Terkait hal ini, Fraksi Gerindra-PSI menilai ada semacam politik anggaran dalam rancangan APBD. Rencana pinjaman dianggap hanya menjadi bagian dari strategi untuk memberikan kesan seolah-olah belanja berjalan sukses tanpa pinjaman, padahal PAD melampaui target dan menutup defisit secara alami.
Fraksi Gerindra-PSI juga menyoroti optimalisasi Pungutan Wisatawan Asing (PWA) yang hanya dianggarkan Rp400 miliar dalam APBD Perubahan 2025, naik dari realisasi Rp317,88 miliar tahun 2024. Padahal, potensi riilnya jauh lebih besar. “Dengan asumsi jumlah kunjungan wisman tahun 2025 sama dengan tahun 2024, maka dikalikan tarif Rp150.000 per orang, diketahui potensi pungutan wisman sebesar Rp 950 miliar. Sehingga dengan anggaran sebesar Rp400 miliar hanya 42,11% dari potensi Tahun 2025,” katanya.
“Fraksi Gerindra-PSI mendorong agar target PWA dinaikkan hingga Rp747,15 miliar atau 78,65 persen dari potensi yang ada. Angka ini juga setara dengan jumlah pinjaman daerah yang direncanakan, sehingga defisit bisa ditutup tanpa harus berutang,” jelasnya.
Demikian Fraksi Partai Golkar dibacakan I Wayan Gunawan menyebut, meski peningkatan pendapatan daerah yang telah disebutkan sebelumnya dinilai positif, mereka menyoroti penurunan signifikan pada belanja modal. Berdasarkan nota keuangan, alokasi belanja modal turun Rp158,9 miliar menjadi Rp849 miliar lebih. “Menurut hemat kami, tujuan belanja modal adalah untuk meningkatkan kapasitas dan kualitas layanan publik, melalui ketersediaan fasilitas pemerintah daerah serta diharapkan dapat memberikan manfaat untuk jangka panjang,” katanya.
Sementara Fraksi Demokrat-Nasdem yang dibacakan I Gusti Ayu Mas Sumatri, menilai proyeksi pendapatan terlalu rendah dibandingkan realisasi tiga tahun terakhir. Karena itu, fraksi mengusulkan penggunaan metode perencanaan berbasis data historis, seperti time series analysis, untuk menyusun proyeksi yang lebih akurat. “Kami juga menyoroti lonjakan belanja operasional sebesar Rp500 miliar lebih yang dinilai tidak sesuai dengan semangat efisiensi belanja negara. Mereka meminta agar tenaga kontrak yang telah lama mengabdi, termasuk supir dan tenaga kebersihan, diakomodasi dalam pengangkatan ASN atau PPPK. Masih ada sisa yang belum diangkat yang SK-nya sebagai sopir, penjaga malam, dan tenaga kebersihan. Padahal masa pengabdiannya mungkin ada yang di atas lima belas tahun,” jelasnya. (bgn008)25072112