DPRD Bali Terima Jawaban Gubernur Bali terkait Raperda Bale Kerta Adhyaksa
Denpasar, Baliglobalnews
DPRD Bali menerima jawaban Gubernur Bali Wayan Koster terkait PU Fraksi terkait Raperda tentang Bale Kerta Adhyaksa di Bali, di Denpasar, pada Selasa (12/8/2025).
Dalam Rapat Paripurna ke-32 Masa Persidangan III Tahun Sidang 2024–2025, yang dipimpin langsung Ketua DPRD Bali Dewa Made Mahayadnya didampingi Wakil Ketua I DPRD Bali I Wayan Disel Astawa, Wakil Ketua II DPRD Bali IGK Kresna Budi, dan Wakil Ketua III DPRD Bali I Komang Nova Sewi Putra itu, Gubernur Bali memberikan jawaban atas pandangan umum fraksi-fraksi DPRD Bali terhadap Raperda tentang Bale Kerta Adhyaksa. “Pembentukan lembaga ini justru akan memperkuat peran desa adat dalam penyelesaian perkara hukum umum, tanpa menambah beban kelembagaan yang ada,” kata Koster.
Menurut Koster, lembaga ini berkedudukan di desa adat, namun bersifat fungsional dan tidak menjadi bagian dari struktur kelembagaan desa adat. Dimana, susunan organisasi Bale Kerta Adhyaksa yang terdiri dari pembina, pengarah, ketua, wakil ketua, sekretaris, dan anggota. “Pembina dijabat oleh Kepala Kejaksaan Negeri atau pejabat yang ditunjuk. Pengarah dijabat oleh perwakilan pemerintah kabupaten/kota, majelis desa adat kabupaten/kota, akademisi, atau tokoh masyarakat,” katanya.
Ketua akan diambil dari unsur masyarakat desa adat yang memahami prinsip keadilan restoratif, wakil ketua diisi perwakilan pemerintah daerah atau tokoh masyarakat, dan sekretaris diisi mereka yang memiliki kemampuan teknis administrasi, komunikasi, dan dokumentasi. Anggota diambil dari unsur masyarakat desa adat dan pihak lain yang memiliki kompetensi dalam penyelesaian perkara hukum umum.
Bale Kerta Adhyaksa ini, kata Koster, memiliki fungsi koordinasi, konsultasi, fasilitasi, pendampingan, dan penyelesaian perkara hukum umum dengan pendekatan asas keadilan restoratif yang berlandaskan nilai-nilai lokal Bali seperti manyama braya (kekeluargaan), paras paros (musyawarah), dan gilik-saguluk (kebersamaan).
Tugasnya meliputi edukasi hukum kepada masyarakat bersama Posyankumhamdes desa setempat, mediasi para pihak yang bersengketa, memberikan rekomendasi kepada aparat penegak hukum, mendokumentasikan proses penyelesaian, melaporkan hasil kepada pihak berwenang, serta menjalin kerja sama lintas lembaga. Sedangkan kewenangannya mencakup menerima perkara hukum umum, memediasi para pihak, membuat kesepakatan damai, dan menolak perkara di luar kewenangannya.
Keputusan yang dihasilkan Bale Kerta Adhyaksa berbentuk kesepakatan damai dalam berita acara atau akta perdamaian yang memuat sanksi-sanksi seperti denda, kerja sosial, atau teguran disertai permohonan maaf bagi pelaku yang baru pertama kali melakukan pelanggaran. “Keputusan Bale Kerta Adhyaksa bersifat final dan mengikat para pihak,” tegasnya.
Jenis perkara yang ditangani meliputi pidana ringan, perdata sederhana, pelanggaran norma sosial yang tidak berdampak luas, dan perselisihan yang berpotensi mengganggu harmoni sosial. Perkara adat, tindak pidana berat, atau kasus yang sudah masuk tahap penyidikan hingga persidangan tidak termasuk kewenangan lembaga ini.
Mengenai prosedur penyelesaian perkara, Koster menjelaskan tahapan mulai dari penerimaan permohonan, pemeriksaan kelayakan, pemanggilan pihak bersengketa, musyawarah untuk mencapai kesepakatan damai, hingga pelaporan hasil penyelesaian perkara kepada pemerintah dan majelis desa adat. “Mekanisme dan tahapan prosedur penyelesaian perkara dituangkan dalam standar operasional prosedur yang dibuat dan ditetapkan oleh Bale Kerta Adhyaksa. Penyelesaian perkara hukum umum melalui Bale Kerta Adhyaksa tidak dibebankan biaya,” katanya.
Bale Kerta Adhyaksa, kata dia, membentuk tim pemeriksa perkara yang terdiri atas ketua, sekretaris, dan anggota. Tim ini bertugas memverifikasi permohonan, menilai kelayakan penyelesaian secara restoratif, memfasilitasi musyawarah, serta menyusun berita acara dan melaporkan hasilnya. Tim pemeriksa juga bersinergi dengan Kerta Desa Adat dalam pelaksanaan tugasnya. (bgn008)25081103