DPRD Bali Harapkan Pembongkaran Tembok Pembatas GWK Sesuai Keinginan Masyarakat
Denpasar, Baliglobalnews
DPRD Bali mengharapkan pembongkaran tembok pembatas akses jalan di kawasan Garuda Wisnu Kencana (GWK) pada Rabu (1/10/2025) sesuai harapan Warga Banjar Adat Giri Dharma, Desa Adat Ungasan, Kuta Selatan.
Ketua DPRD Bali Dewa Made Mahayadnya menyatakan proses pembongkaran sudah berjalan dan bahkan videonya beredar luas. Namun, perlu dilakukan evaluasi. “Sudah mulai itu, videonya sudah banyak. Tapi apakah sudah memuaskan masyarakat di sana? Itu yang saya belum tahu. Saya mohon waktu untuk mengetahuinya 1-2 hari ini, karena (pembongkaran) sedang berlangsung,” katanya.
Pembongkaran ini menyusul rekomendasi hasil rapat pimpinan (rapim) DPRD Bali yang dikeluarkan dan diserahkan secara resmi kepada Gubernur Bali Wayan Koster dan Bupati Badung Wayan Adi Arnawa pada Selasa (30/9/2025).
Dia menegaskan rekomendasi DPRD sebelumnya terkait penutupan akses publik tersebut telah menimbulkan keresahan masyarakat, menghambat aktivitas sosial, hingga melanggar berbagai aturan hukum.
Dalam rekomendasi juga disebutkan, DPRD menegaskan penutupan jalan bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD 1945 yang menjamin hak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil, serta Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 yang menyatakan bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Selain itu, DPRD juga mengacu pada Pasal 43 huruf a PP Nomor 18 Tahun 2021 tentang hak pengelolaan tanah, yang secara tegas melarang pemegang hak guna bangunan (HGB) menutup pekarangan atau bidang tanah lain dari lalu lintas umum, akses publik, maupun jalan air. Tindakan GWK menutup jalan dengan tembok, menurut DPRD, jelas melanggar aturan tersebut. Pasal 6 Undang-Undang Pokok Agraria juga menyatakan bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Menurut DPRD, menutup jalan yang sudah lama dipergunakan masyarakat sama artinya dengan mengabaikan fungsi sosial tanah.
Dewa Jack menerangkan penutupan jalan bisa dijerat dengan Pasal 192 KUHP tentang perbuatan merintangi jalan umum, Pasal 1365 KUHPerdata mengenai perbuatan melawan hukum, serta Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan yang memuat ancaman pidana bagi pihak yang menutup jalan umum. Bahkan, jika penutupan itu berdampak pada lingkungan, hal tersebut dapat dikenakan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. “Menutup akses jalan tanpa memperhitungkan dampak terhadap warga dinilai sebagai tindakan semena-mena yang bertentangan dengan prinsip tanggung jawab sosial perusahaan,” katanya. (bgn008)25100115

