Debat Perdana Calon Bupati Karangasem, Dana-Dipa Dinilai Jauh Lebih Berkualitas
Karangasem, Baliglobalnews
Debat terbuka perdana pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Karangasem berlangsung di Hotel Inna Grand Bali Beach Sabtu (24/10) berlangsung cukup menarik, terutama dalam sesi tanya jawab.

Kedua paslon langsung menukik pada persoalan di daerah. Namun, Gede Dana dinilai jauh lebih berkualitas. Pasalnya, sepanjang sesi debat, Gede Dana lebih menguasai permasalahan Karangasem.

Paslon yang diusung PDI Perjuangan dan Hanura, serta didukung PSI dan PKB ini sejak awal tampil meyakinkan. Paparan program dalam visi misinya, sangat jelas. Fokus, terukur dan lurus, sangat sejalan dengan kebutuhan masyarakat Karangasem. Paslon ini benar-benar mencerminkan dua tokoh yang saling melengkapi dalam segala aspek dan dipercaya mampu mewujudkan gerakan perubahan di Karangasem. Sehingga, di atas panggung debat terbuka, keduanya terlihat dominan. Mereka menunjukkan kualitasnya lewat pemikiran-pemikiran cerdas untuk membangkitkan Karangasem.

Seluruh pertanyaan panelis dijawab dengan lugas. Paslon ini terlihat sangat siap untuk adu kemampuan dalam memimpin daerah. Gede Dana adalah Ketua DPRD Karangasem, tentulah amat paham persoalan daerah dan bagaimana cara mengatasinya. Demikian pula Wayan Artha Dipa, seorang doktor, wakil bupati dan mantan birokrat yang sudah sangat berpengalaman. Misalnya, ketika ditanya visinya dalam membangun potensi kelautan, Gede Dana lugas dengan jawabannya, yakni membangun tempat pelelangan ikan sebagai solusi. Ini sangat tepat untuk menampung hasil panen ikan dari nelayan yang melimpah, agar harga hasil panen tetap stabil dan tidak dipermainkan tengkulak.
Demikian pula ketika mendapatkan kesempatan bertanya. Gede Dana mempertanyakan langkah paslon dua yang kebetulan Bupati Karangasem, dalam menyikapi sistem pembelajaran daring. Di mana, 60 persen wilayah Karangasem masih blank spot. Persoalan ini amat dirasakan anak-anak yang tinggal di daerah perbukitan, karena mereka jelas tidak mampu mengikuti sistem daring. Persoalan akibat pandemi Covid-19, yang mengharuskan anak-anak belajar di rumah ini, tak mampu ditangani dengan baik oleh pemerintah daerah. Sehingga satu generasi di semua jenjang pendidikan menjadi korbannya.
Jawaban-jawaban Gede Dana dan Artha Dipa dalam menanggapi serangan paslon dua, juga diselesaikan dengan lugas. Misalnya, saat ditanya perihal Ranperda Penyertaan Modal senilai Rp 4,5 miliar untuk merealisasikan program perluasan 1.500 sambungan distrbusi air untuk masyarakat berpenghasilan rendah. Persoalan ini diungkit Mas Sumatri, karena 45 anggota dewan dianggap sebagai biang kerok gagalnya program tersebut terealisasi, lantaran ranperdanya tidak dibahas dewan.
Serangan Sumantri itu justru berbalik arah. Gede Dana atas kapasitasnya sebagai Ketua DPRD Karangasem saat itu, menilai pemerintah daerah di bawah kepemimpinan Bupati Mas Sumatri lah, yang tidak memahami mekanisme proses usulan ranperda. Pasalnya, rapat bamus sudah selesai dan tidak mungkin membahas usulan baru lagi. Terlebih, yang dimaksud usulan itu, ternyata baru sebatas usulan angka anggarannya, bukan detail ranperda. Seharusnya ranperda itu diserahkan bersamaan dengan ranperda APBD 2020 dan rancangan penyertaan modal ke BPD Bali. Tapi draf ranperda penyertaan modal dari Perusda Tirta Tohlangkir diserahkan saat pembahasan sudah jauh selesai. Keterlambatan ini, jelas membuat bamus Dewan tidak bisa membuatkan jadwal pembahasan dan melakukan pembahasan secara mendadak. Sebab, semua proses pembahasan ada mekanismenya. Tidak bisa main labrak begitu saja. Fakta ini membuat merah wajah Mas Sumatri, yang terlihat kebingungan untuk menanggapinya lagi.
Ketika giliran Gede Dana yang bertanya, sangat prinsip terkait capaian PAD yang terus merosot setiap tahun dalam lima tahun kepemimpinan Mas Sumatri, paslon dua sudah tak mampu memberikan jawaban yang relevan. Sudah kalah mutlak. Padahal, persoalan ini amatlah fundamental, dalam keberlangsungan pembangunan daerah. Apalagi, ketika pertanyaan dipertajam Gede Dana, terkait bagaimana paslon dua mampu menaikan PAD dua kali lipat lagi pada periode berikutnya, sesuai visi misinya. Sementara dalam lima tahun sebelumnya saja sudah gagal total mengelola daerah.
Debat terbuka ini sejatinya sangat menguntungkan bagi paslon Dana-Dipa. Kepercayaan publik menjadi jauh meningkat setelah melihat paparan dan penampilan mereka lewat siaran live Bali TV. Tepuk tangan dan apresiasi juga datang dari masyarakat Bali yang menonton debat ini. Mereka luar biasa. Dengan kemampuan dan kematangan mereka, membuat paslon dua makin terlihat sesungguhnya tak memenuhi kualitas untuk dipercaya lagi membangun daerah seperti Karangasem. Terlebih, dengan begitu banyak kegagalan dalam memimpin daerah dalam lima tahun terakhir, dimana Karangasem menjadi kabupaten paling terpuruk di Bali, setelah sempat berkembang pesat di era kepemimpinan dua periode Wayan Geredeg. Debat ini sudah memberi kesimpulan, bahwa kedua paslon jelas beda kualitas. (bgn003)20102703