Media Informasi Masyarakat

Aneh, Perkara Telah Diputus Inkrak 28 Tahun Silam Kembali Disidangkan, Penetapan Sita Jaminan Coreng Lembaga Peradilan

Denpasar, Baliglobalnews

Perkara sengketa lahan antara Nyoman Siang, warga Jimbaran melawan PT Jimbaran Hijau (JH) dan PT Citra Tama Selaras (CTS) yang disidangkan di PN Denpasar, semakin menarik perhatian. Mengingat, majelis hakim yang diketuai AA Aripathi Nawaksara dengan Angeliky Handajani Dai dan Koni Hartanto (keduanya anggota) banyak mengabaikan fakta hukum dalam persidangan sebelumnya hingga keluar penetapan sita jaminan.  

Pihak PT JH dan CTS, melalui kuasa hukumnya Agus Samijaya bereaksi keras atas perkara ini. “Perkara ini sudah terang benderang, obyek tanah ini sudah pernah diperkarakan sesama ahli waris tahun 1990 dan diputus 1993, dilanjutkan dengan ekskusi. Jadi bagaimana bisa perkara sudah diputus 28 tahun lalu disidang lagi, ini namanya hakim melawan putusan pengadilan, lembaganya sendiri,” ucap Agus yang juga murid almarhum Adnan Buyung Nasution, saat dikonfirmasi Minggu (1/8/2021).

Kuasa Hukum Tergugat II Agus Samijaya, SH (kiri) dan Ilham Hermana, SH (kanan) beberkan bukti-bukti dan dokumen yang dimiliki kliennya.

Agus membeberkan, riwayat tanah yang mau direbut Nyoman Siang yang telah beralih ke pihak PT JH dan PT CTS. Dimana, Tanah itu status DT (Duwe Tengah) keluarga (alm) I Ketut Bengkil. Dia memiliki empat anak diantaranya almarhum I Nyoman Ranek, I Wayan Rentong, I Nyoman Mintung dan I Ketut Olog. Tanah Bengkil tersebut bermula seluas kurang lebih 221.710 M2 atau 22,171 hektar. 

Sejak Bengkil meninggal tanah itu dikuasai I Wayan Rentong (kakek Nyoman Siang) sementara tiga saudarnya yang lain tidak mendapat apa-apa. Oleh karena itu, pada tahun 1990, Nyoman Ranek,Nyoman Mitung dan I Ketut Olog menggugat ke pengadilan dengan register perkara no 142/Pdt.G/1990.PN.Dps. 

Kemudian, saat itu Majelis hakim PN Denpasar memutuskan tanah tersebut dibagi sama rata, masing-masing mendapat seperempat atau sekitar 5 hektar dan putusan itu sudah berkekuatan hukum tetap hingga tingkat peninjauan kembali (PK) dan terekskusi 26 Oktober 1993. 

Atas dasar putusan itu, Ketut Olog selaku ahli waris sah Ketut Bengkil mensertifikatkan tanah bagiannya itu tahun 1995 seluas 4,4 hektar. Diatas tanah bagian Ketut Olog itu terdapat obyek sebagian tanah eks (bekas) pipil no. 456, luas 29,150 M2 yang saat ini menjadi obyek sengketa/obyek sita jaminan. 

“Padahal pipil yang dijadikan bukti Siang menggugat sudah dimatikan sejak adanya putuan pengadilan tahun 1990 itu. Selain itu, kalau Siang menggugat, dia tidak punya hubungan hukum tidak punya legal standing, nah bagaimana dengan fakta ini hakim bisa mengeluarkan sita jaminan,” ucapnya. 

Selanjutnya, tanah waris Ketut Olog yang bersertifikat hak milik itu dijual pada PT CTS tanggal 22 Meli 1995 dengan sertipikat SHGB. Kemudian dialihkan pada PT JH, dan kemudian dijual lagi ke PT Jimbaran Green Hill 14 Januari 2016. Anehnya, dalam perkara ini, Nyoman Siang cucu I Wayan Rentong menggugat tanah yang telah dibagi waris sesuai putusan pengadilan sedangkan mereka sudah sama-sama mendapatkan bagian sama dari alm. I Ketut Bengkil. Dengan demikian penetapan sita jaminan yang dikeluarkan majelis hakim dalam perkara no 215/Pdt.G/2021/PN.Dps menurut Agus Samijaya melawan, menabrak dan bertentangan dengan putusan pengadilan no.142/PDT/G/1990/PN.DPS yang telah terekskusi 26 Oktober 1993.

“Kalau begini lantas dimana letak keadilan dan kepastian hukum akan ditegakkan, buat apa bersidang kalau tidak ada kepastian hukum. Kami sudah laporkan kasus ini ke KPN, KPT, MA dan lainnya karena semua harus tunduk pada putusan pengadilan, presiden saja tunduk kok ini malah melawan putusan,” turut pengacara yang terkenal kritis dan berani ini. 

Ditambahkan Agus Samijaya, pihaknya juga memprotes  penggugat yang mengerahkan massa di obyek sengketa, Jumat (30/7). “Saya sudah tanyakan kenapa ada pengerahan massa, dijawab Nyoman Siang katanya saudaranya semua,” kata Agus Samijaya sembari meminta aparat memberi atensi karena saat ini dalam kondisi pandemi yang melarang adanya kerumunan.  

Sementara itu, dikonfirmasi terpisah, Juru Bicara II Humas PN Denpasar Gede Putra Astawa terkait tuduhan adanya upaya dari PN Denpasar menganulir putusan inkrak yang kembali disengketakan 28 tahun silam dengan munculnya penetapan sita jaminan atas sengketa sebidang tanah pipil no. 456, luas 29,150 M2, di Jimbaran itu, bertujuan agar menjamin keamanan sementara hingga putusan, agar tidak dipindahtangankan atau menimbulkan permasalahan selama putusan, jika gugatan pemohon dikabulkan.

“Ini kan masih masih berproses dan menjadi kewenangan hakim yang menyidangkan. Bisa saja penetapan sita jaminan ini dalam putusan akhir dicabut hakim. Sekarang ini kan belum disita. Karena adanya penundaan penetapan sita jaminan pada Jumat (30/7/2021) lalu yang dilakukan PN Denpasar,” kata Astawa.

Dijelaskan kembali oleh Astawa, mungkin saja dalam putusan akhir terkait sita jaminan ini akan diterapkan lagi statusnya apakah dicabut atau tetap dinyatakan harus disita.

Terkait tuduhan bahwa PN Denpasar, menganulir gugatan pemohon atas sengketa lahan itu, Astawa kembali menyerahkan putusan itu kepada hakim yang menyidangkan. Karena alat bukti yang digunakan penggugat atas dalilnya masih berproses di PN Denpasar. Demikian juga tergugat dalam persidangan boleh saja membatah tuduhan itu. “Ini kan belum selasai dan masih berproses di persidangan,” singkat Astawa.(bgn008)21080104

Comments
Loading...