Denpasar, Baliglobalnews
Pihak keluarga korban Gede Budiarsana, yang tewas bersimbah darah, di TKP Simpang jalan Subur-Kelimutu Monang Maning Denpasar, pada 23 Juli 2021 lalu, membeberkan kronologi penebasan dan pembunuhan sadis yang dilakukan tujuh orang Depkolektor dari PT BETA MANDIRI MULTI SOLUSIEN.
Saksi Fakta dari kakak korban, Ketut Widiada alias Jero Dolah (36) didampingi kuasa hukumnya Putu Pastika Adnyana, SH. di Denpasar, Senin (26/7/2021) menceritakan aksi keji pelaku terhadap adiknya di TKP. Awalnya empat pelaku datang ke kosnya menarik motor Yamaha Lexi yang dipinjamnya dari korban.
“Saya sempat bertanya kepada empat orang ini baik-baik, apakah ada surat tugas dan penarikan motor dan penetapan Fidusia dari Pengadilan atau tidak. Tapi mereka langsung menelepon seseorang bernama Joe yang memerintahkan mereka menarik motor Lexi adik saya ke Kantornya,” ucap Saksi Korban.
Singkat cerita saat saksi dan korban menuju Kantor Depkolektor PT BETA MANDIRI MULTI SOLUSIEN di Monang-maning, Denpasar, saksi melihat banyak orang yang menjaga saksi dan korban. Yang kemudian, meminta masuk ke kantor itu masuk ke dalam.
“Saya sempat minta solusi kepada mereka dan sempat menanyakan kembali surat putusan pengadilan untuk penarikan unit motor. Tapi mereka tidak menggubris. Sempat saya mau merekam, Tapi HP saya dirampas, kemudian saya melihat sesorang di luar mengeluarkan parang dan adik saya (korban) langsung lari. Saya hampir ditebas sama Beni karena dia mengatakan bunuh saja,” ucap saksi Jero Dolah.
Saat saksi berlari langsung dipukul dengan helem dan mendengar kaca pecah, sedangkan korban juga dipukul dan dikejar beberapa orang saat berusaha kabur dan naik ke salah satu mobil pick up. Tapi tetap dikejar oleh pelaku. “Saya tidak tau bagai mana nasib adik saya. Karena tertinggal di belakang dan adik saya dikejar banyak hampir 20 orang. Hingga di TKP adik saya naik ke pick up dan melihat dikejar Beni yang membawa senjata,” ucapnya.
Saksi menerangkan, saat hendak kembali bersama temannya untuk melihat kondisi adiknya (korban) sudah ditemukan tergeletak bersimbah darah di TKP. “Saya tidak membawa senjata dan mau menyelesaikan masalah. Tapi pelaku kenapa menyiapkan senjata,” tuturnya.
Ditambahkan, Kuasa Hukumnya Putu Pastika Adnyana, SH. mengapresiasi kinerja kepolisian yang bergerak cepat dalam menangkap pelakunya serta mendukung pernyataan Kapolresta yang juga akan memproses hukum perusahaan Finance yang mengorder Depkolektor tersebut.Sebab bila perusahaan pengorder diproses hukum kasus kasus serupa di masa yang akan datang bisa diminimalisir.
“Kondisi korban, yang meninggal meninggalkan Istri dan tiga anak yang masih kecil dan merupakan tulang punggung keluarga. Sehingga kami sedang mempertimbangkan melakukan upaya upaya hukum dan kemanusiaan agar masa depan anak-anaknya bisa tetap terjamin masa depannya,” ucap Pastikan Adnyana.
Pihaknya meminta agar perusahaan yang menggunakan depkolektor (preman) dibekukan di Bali. Sebab, menjadi sangat aneh perusahaan berbisnis di Bali dimana peralatan kantornya malah senjata tajam seperti parang dan lainnya. Bukan seperti layaknya kantor perusahaan yang baik. Sebab bila mereka telah mempersiapkan semua senjata tajam di perusahaan tersebut patut diduga memang sudah merencanakan niat tidak baik dalam membuka usaha di Bali.
“Saya meminta kepada aparat penegak hukum agar tegak lurus dengan fakta peristiwa sebab otak pelaku bukanlah Wayan S tetapi Tersangka Beni bakar besi yang memberikan perintah membunuh dan yang membawa parang bukanlah satu orang,” katanya.
Memang fakta Kasus ini bukan kasus SARA, tetapi juga fakta kalau otak pelakunya adalah tersangka Beni Bakar Bessy, Jadi ini tidak ada kaitan dengan urusan SARA tetapi urusan penyelesaian kasus Fidusia yang menggunakan cara preman.
“Perusahaan leasing yang menghina mekanisme hukum harus juga ditangkap jika terjadi bentrokan. Sebab dialah oknum dalang dari peristiwa kekerasan di jalanan atas dasar perjanjian fiducia,” ucapnya.
Pihaknya menilai, oknum lising ini juga sebenarnya melecehkan kepolisian yang sudah diatur dalam Peraturan Kapolri nomor 8 Tahun 2011, yang mana juga Putusan MK No 18/PUU-XVII/2019 telah menguatkannya jika perusahaan itu harus meminta negara untuk ijin mengeksekusi melalui pengadilan.
Ketika hukum jalanan dijadikan dasar bergerak maka kekerasan jalana
n makin merajalela dan itu akan membuta citra kepolisian semakin terlihat lemah.
“Apalagi dalam kondisi seperti sekarang ini. Masyarakat harus tahu juga aturannya sehingga jangan diberikan ruang para Depkolektor menjadi hakim di jalanan. Dalam banyak kasus, masyarakat kompak saling melindungi bila terjadi aksi kekerasan di jalanan saat perampasan terjadi. Akan berbeda jika aparat penegak hukum yang menjalankannya atas dasar putusan pengadilan,” tegasnya. (BGN008)21072606