Denpasar, Baliglobalnews
Kasi Intel Kejari Denpasar, Putu Eka Suyantha, menegaskan kasus narkotika dan korupsi, tidak bisa dilakukan upaya restorative justice (RJ) atau keadilan restoratif, yang diartikan pendekatan dalam memecahkan masalah yang melibatkan korban, pelaku, serta elemen-elemen masyarakat demi terciptanya suatu keadilan.
“Dalam sosialisasi penerangan hukum, kepada para perbekel, lurah, camat, perwakilan majelis desa adat dan perwakilan Forum Kerukunan Umat Beragama se-Kota Denpasar hari ini, menekankan bahwa di luar narkotika dan korupsi tidak bisa di- RJ,” katanya dalam kegiatan penerangan hukum yang digelar Bidang Intelijen Kejari Denpasar, di ruang pertemuan Kantor Desa Sumerta Kelod, Kecamatan Denpasar Timur, pada Senin (18/4).
“Tujuan sosialisasi RJ hari ini, guna mengedukasi dan memberikan pengetahuan terkait pelaksanaan RJ di tiap-tiap desa. Dan kasus yang bisa di RJ diluar narkotika dan korupsi,” katanya.
Dia menyebutkan kasus yang bisa dilakukan RJ di antaranya kasus yang ancaman hukuman di bawah 5 tahun. Pengecualian boleh lebih di atas 5 tahun kalau kerugian tidak lebih dari Rp 2,5 juta.
Kegiatan penerangan hukum diberikan setelah diresmikannya Rumah Restorative Wayan Adhyaksa di Desa Sumerta Kelod oleh Kepala Kejaksaan Tinggi Bali pada (7/4) lalu.
Kejari Denpasar memberikan penjelasan kepada peserta berupa pemahaman RJ, aturan pelaksanaannya serta tahapan dan peran serta tokoh masyarakat dalam pelaksanaan RJ.
“Dengan harapan, perbekel atau lurah se-Kota Denpasar, selaku barisan terdepan bagi masyarakat dapat mensosialisasikan RJ, serta bersama-sama stakeholder terkait Sehingga, mampu menggali nilai-nilai kearifan lokal yg ada di daerah mereka dalam proses mediasi antara tersangka dan juga korban,” ucapnya.
Hadir sebagai narasumber dari Kejari Denpasar, yakni Kasubsi Penuntutan, Eksekusi dan Eksaminasi pada seksi Tindak Pidana Umum, Ni Putu Widyaningsih, bersama Kasubsi Pra Penuntutan pada seksi Tindak Pidana Umum. Ni Made Desi Mega Pratiwi. (bgn008)22041806