Oleh I Wayan Ekayogi, S.Pd., M.Pd.
Dewasa ini kehidupan manusia tidak terlepas dari pengaruh kemajuan teknologi yang begitu pesat. Manusia dihadapkan pada sebuah era terjadinya perubahan secara signifikan, karena hadirnya teknologi digital dalam berbagai sendi-sendi kehidupan manusia. Kemajuan teknologi ini pun akan ikut mendisrupsi perilaku manusia dan secara signifikan akan mengubah cara manusia berpikir, berperilaku dan cara manusia hidup.
Hadirnya tekonologi dalam sebuah kehidupan akan menimbulkan berbagai dampak, baik dampak positif maupun dampak negatif. Dampak yang paling terasa dan tampak dengan hadirnya teknologi adalah terjadinya ketergantungan akan sebuah perangkat dan internet untuk sekadar berinteraksi.
Berdasarkan laporan yang dirilis pada Januari 2021 oleh layanan manajemen konten HootSuite, dan agensi pemasaran media sosial We Are Social bertajuk “Digital 2021” ditemukan bahwa pengguna internet yang aktif di Indonesia mencapai 202,6 juta jiwa yang didominasi orang berusia 16-64 tahun dan memiliki beberapa perangkat elektornik berbeda. Dalam laporan tersebut juga ditemukan bahwa pengguna internet di Indonesia rata-rata menghabiskan waktu selama 8 jam 52 menit untuk berselancar di internet.
Dari laporan tersebut dapat diketahui bahwa orang Indonesia khususnya generasi muda terbilang aktif di dunia maya. Generasi muda merupakan salah satu faktor penentu kemajuan dari suatu negara. Hal ini dikarenakan generasi muda adalah generasi digital native. Istilah generasi digital native diperkenalkan oleh konsultan pendidikan, Marc Prensky, pada tahun 2001. Melalui artikel yang berjudul “Digital Natives, Digital Immigrants”, Marc Prensky membahas tentang kesenjangan antara siswa yang lahir sebagai digital native dengan pendidik yang menggunakan metode lawas untuk mengajar. Dalam artikel tersbut juga dibahas tentang perbedaan digital natives, digital immigrants.
Marc Prensky (2001) menyatakan bahwa generasi digital native adalah generasi yang sejak lahir sudah melek teknologi sehingga mereka paham bahasa digital, paham menggunakan komputer, mahir mengoperasikan video game dan mampu mencari sesuatu melalui internet. Sedangkan generasi digital immigrants menurut Marc Prensky (2001) merupakan generasi yang tumbuh tanpa menggeluti teknologi sehingga saat sekarang mereka memerlukan panduan dan belajar mengenai tata cara mengoperasikan, mengadopsi perlengkapan digital dan teknologi baru.
Sesuai dengan pernyatan Marc Prensky dapat diketahui bahwa generasi digital native merupakan generasi yang sudah terbiasa dan paham dalam mengadaptasi perangkat digital dan teknologi baru sehingga mereka akan dihadapkan pada era disrupsi teknologi. Generasi digital native saat ini hampir tersebar merata sehingga apabila potensi ini dimanfaatkan dengan benar maka akan dapat mempercepat kemajuan suatu negara. Generasi digital native akan cenderung berinteraski dengan sesamanya melalui dunia maya. Bahkan hal ini menyebakan mereka lebih banyak mempunyai teman di dunia maya daripada di dunia nyata. Hal ini tentu berdampak pada pola interaksi dan pergaulan mereka yang begitu luas. Pola interaksi generasi digital native yang demikian, ternyata kerap kali menimbulkan perilaku yang menyimpang dari nilai dan karakter bangsa. Beberapa perilaku yang kadang bertentangan dengan karakter bangsa yang sering ditampilkan generasi digital native misalnya berpenampilan yang mengandung unsur pornografi di akun media sosial demi menarik perhatian orang lain, kebiasaan untuk melakukan perundungan (bullying) di media sosial, membuat video lelucon (prank) yang sering menampilkan adegan yang tidak patut ditiru, dan membuat konten-konten yang berbau sara sehingga menimbulkan kegaduhan di masyarakat.
Pemerintah Indonesia sudah sewajarnya memperhatikan sikap dan karakteristik yang dimiliki oleh generasi mudanya, baik dari segi kelebihan maupun kelemahan. Pihak pemerintah sebaiknya mengapresiasi kelebihan dan kelemahan yang dimiliki oleh generasi digital native yang menguasai teknologi dengan mengeluarkan kebijakan yang dapat mengakomodir kelebihan dan kelemahan generasi digital native, sehingga dapat meningkatkan potensi generasi digital native dan semakin siap untuk berkompetisi dengan dunia internasional diberbagai bidang.
Situasi yang demikian mengharuskan diperlukan sebuah formula sebagai sebuah batasan-batasan yang mampu mengatur pola interaksi generasi digital native tersebut. Formula kebijakan yang saat ini sudah ada dan tepat yaitu Profil Pelajar Pancasila yang diluncurkan oleh Kemdikbud. Profil Pelajar Pancasila sudah tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024.
Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Pelajar Pancasila dicirikan melalui enam ciri utama yaitu (1) beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia, (2) berkebinekaan global, (3) bergotong royong, (4) mandiri, (5) bernalar kritis, dan (6) kreatif.
Pelajar Pancasila yang beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia diharapkan pelajar di Indonesia tumbuh sebagai pelajar yang memahami ajaran agama dan kepercayaannya serta menerapkan pemahaman tersebut dalam kehidupannya sehari-hari. Ada lima elemen kunci beriman, bertakwa kepada Tuhan YME, dan berakhlak mulia: (a) akhlak beragama; (b) akhlak pribadi; (c) akhlak kepada manusia; (d) akhlak kepada alam; dan (e) akhlak bernegara.
Pelajar Pancasila yang berkebinekaan global diharapkan pelajar di Indonesia tumbuh sebagai pelajar yang mempertahankan budaya luhur, lokalitas dan identitasnya, dan tetap berpikiran terbuka dalam berinteraksi dengan budaya lain, sehingga menumbuhkan rasa saling menghargai dan kemungkinan terbentuknya dengan budaya luhur yang positif dan tidak bertentangan dengan budaya luhur bangsa. Elemen dan kunci kebinekaan global meliputi mengenal dan menghargai budaya, kemampuan komunikasi interkultural dalam berinteraksi dengan sesama, dan refleksi dan tanggung jawab terhadap pengalaman kebinekaan.
Pelajar Pancasila yang suka bergotong-royong diharapkan pelajar di Indonesia tumbuh sebagai pelajar yang memiliki kemampuan bergotong-royong, yaitu kemampuan untuk melakukan kegiatan secara bersama-sama dengan suka rela agar kegiatan yang dikerjakan dapat berjalan lancar, mudah dan ringan. Elemen-elemen dari bergotong royong adalah kolaborasi, kepedulian, dan berbagi.
Pelajar Pancasila yang mandiri diharapkan pelajar di Indonesia tumbuh sebagai pelajar yang mandiri, yaitu pelajar yang bertanggung jawab atas proses dan hasil belajarnya. Elemen kunci dari mandiri terdiri dari kesadaran akan diri dan situasi yang dihadapi serta regulasi diri.
Pelajar Pancasila yang bernalar kritis diharapkan pelajar di Indonesia tumbuh sebagai pelajar yang mampu secara objektif memproses informasi baik kualitatif maupun kuantitatif, membangun keterkaitan antara berbagai informasi, menganalisis informasi, mengevaluasi dan menyimpulkannya. Elemen-elemen dari bernalar kritis adalah memperoleh dan memproses informasi dan gagasan, menganalisis dan mengevaluasi penalaran, merefleksi pemikiran dan proses berpikir, dan mengambil Keputusan.
Pelajar Pancasila yang kreatif diharapkan pelajar di Indonesia tumbuh sebagai pelajar yang mampu memodifikasi dan menghasilkan sesuatu yang orisinal, bermakna, bermanfaat, dan berdampak. Elemen kunci dari kreatif terdiri dari menghasilkan gagasan yang orisinal serta menghasilkan karya dan tindakan yang orisinal.
Pelajar Pancasila merupakan sebuah jawaban atas tantangan yang dihadapi oleh generasi saat ini. Era disrupsi teknologi yang saat ini terjadi mengharuskan setiap siswa harus mempunyai kemampuan beradaptasi dan mempunyai minat untuk mempelajari hal yang bersifat baru guna menghadapi persaingan global. Kemampuan tersebut sudah tentu harus dibingkai dalam nilai-nilai karakter luhur yang dimiliki oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itulah, profil Pelajar Pancasila saat ini sangat penting. Begitu pentingnya penanaman nilai-nilai luhur Pancasila untuk generasi digital native maka diharapkan semua pendidik agar lebih menekankan pada pengembangan kiat-kiat dan praktik baik internalisasi nilai-nilai yang mencerminkan profil Pelajar Pancasila.(bgn003)21112801
Penulis: Guru SD Negeri 5 Sebatu, Kecamatan Tegallalang, Kabupaten Gianyar, Bali.