Media Informasi Masyarakat

Juni 2024, Waspada Kenaikan Barang Kebutuhan Ini

Denpasar, Baliglobalnews

Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Bali, Erwin Soeriadimadja, mengatakan pada Juni 2024 terdapat beberapa risiko yang perlu diwaspadai.

“Yang perlu kita waspadai antara lain kenaikan harga minyak kelapa sawit global yang berpotensi merambat ke harga minyak goreng dan bahan bakar di dalam negeri,” katanya pada Selasa (4/6/2024).

Dia menyebutkan ketidakpastian cuaca juga memengaruhi kesuburan tanaman, termasuk tanaman gumitir yang menjadi salah satu komponen canang sari, serta adanya konflik global yang berpotensi berpengaruh pada harga komoditas global yang dapat merambat ke harga-harga dalam negeri.

“Namun, terdapat beberapa faktor yang berpotensi menahan kenaikan inflasi lebih tinggi, diantaranya peningkatan alokasi pupuk bersubsidi dari pemerintah pusat dan penurunan harga jagung global sebagai bahan baku ternak, khususnya daging ayam ras dan telur ayam ras,” pungkasnya.

TPID Provinsi dan kabupaten/kota di Bali secara konsisten melakukan pengendalian inflasi dalam kerangka kebijakan 4K antara lain Pelaksanaan kegiatan operasi pasar murah dan pemantauan harga terus diintensifkan, terutama untuk komoditas bahan pangan strategis.

“Kami mengimbau, Penjabat Gubernur Bali kepada jajaran di kabupaten/kota untuk memanfaatkan lahan pemerintah provinsi untuk ditanami tanaman bahan pokok sebagai salah satu langkah pengendalian inflasi,” katanya.

Pihaknya menjelaskan BI Bali juga mendorong kerja sama antar daerah dan pemberian benih unggul di beberapa Kabupaten, seperti Badung dan Tabanan, serta Pelaksanaan High Level Meeting (HLM) TPID, baik di tingkat provinsi maupun kabupaten. “Melalui langkah-langkah ini, Bank Indonesia meyakini inflasi tahun 2024 tetap akan terjaga dan terkendali dalam rentang sasaran 2,5±1%,” katanya.

Berdasarkan rilis BPS Provinsi Bali, perkembangan harga Provinsi Bali pada Mei 2024 secara bulanan mengalami deflasi sebesar -0,10% (mtm), lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mengalami inflasi sebesar 0,32% (mtm) dan lebih dalam dibandingkan deflasi nasional sebesar -0,03% (mtm),” kata Erwin, dalam keterangannya, Selasa (4/6/2024).

Namun secara tahunan, kata dia, inflasi Provinsi Bali sebesar 3,54% (yoy), masih lebih tinggi dibandingkan inflasi nasional sebesar 2,84% (yoy). 

Secara spasial, Singaraja mengalami deflasi paling dalam yaitu sebesar -0,33% (mtm) atau 2,92% (yoy), diikuti Tabanan mengalami deflasi sebesar -0,28% (mtm) atau 3,56% (yoy), Badung mengalami deflasi sebesar -0,09% (mtm), atau 4,01% (yoy), dan Denpasar mengalami inflasi sebesar 0,05% (mtm), atau 3,52% (yoy).

“Berdasarkan komoditasnya, deflasi terutama bersumber dari penurunan harga beras, tomat, daging ayam ras, sawi hijau, dan cabai rawit,” pungkasnya.

Untuk penurunan harga beras dan cabai rawit, didorong oleh melimpahnya pasokan sehubungan dengan masuknya musim panen raya di Provinsi Bali. Penurunan harga tomat dan sawi hijau sejalan dengan meningkatnya pasokan dari Jawa dan membaiknya cuaca.

Selanjutnya, penurunan daging ayam ras didorong oleh meningkatnya pasokan dari Jawa dan menurunnya harga jagung sebagai bahan baku utama pakan ternak. Sementara itu, laju deflasi yang lebih dalam tertahan oleh peningkatan harga bawang merah dan tarif parkir. (bgn008)24060401

Comments
Loading...