Media Informasi Masyarakat

Rapat Paripurna DPRD Bali Agendakan Pandangan Fraksi terhadap Raperda Perubahan Kedua Atas Perda 5/2010 tentang PMD

Denpasar, Baliglobalnews

Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Bali menggelar Rapat Paripurna ke-2 Masa Persidangan I Tahun Sidang 2022 di Sekretariat DPRD Bali, Renon, Denpasar, pada Senin (14/2). Rapat yang dipimpin Ketua DPRD Bali, I Nyoman Adi Wiryatama, itu dihadiri Wakil Gubernur Bali, Cok Ace. Adapun rapat mengagendakan penyampaian Pandangan Umum Fraksi tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Penyertaan Modal Daerah (PMD).

Fraksi PDI Perjuangan menyoroti penjelasan Gubernur terkait dengan laporan hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan dan Kinerja Pemerintah Provinsi Bali oleh BPK RI, terdapat ketidaksesuaian penetapan jumlah modal yang sudah disertakan pada Perusahaan Daerah Provinsi Bali. “Mohon penjelasan terkait terjadi selisih antara apa yang tertuang pada Perda no. 2 tahun 2021 dengan hasil pemeriksaan laporan keuangan oleh BPK RI yaitu selisih sebesar 579 juta,” kata juru bicara PDI Perjuangan Ni Wayan Sari Galung.

Terkait penyertaan modal daerah kepada PT Bank Pembangunan Rp 30 miliar dan PT Penjaminan Kredit Daerah Provinsi Bali Rp 15 miliar,  Fraksi PDI Perjuangan  mendukung langkah Gubernur untuk melakukan kebijakan strategis tersebut secara bertahap menuju kepemilikan saham mayoritas, di tengah kapasitas fiskal kita yang masih sangat berat. “Ke depan, Saudara Gubernur perlu memikirkan langkah-langkah strategis agar Pemerintah Provinsi Bali bisa menjadi pemegang saham mayoritas di BPD Bali,” katanya.

Fraksi Partai Demokrat melalui pembaca I Komang Wirawan  menyampaikan terdapat ketidaksesuaian penetapan jumlah modal yang sudah disertakan pada Perusahaan Daerah Provinsi Bali Rp 5.861.769.658, sedangkan berdasarkan hasil pemeriksaan Penyertaan Modal dan Kinerja Daerah oleh BPKRI dinyatakan Rp 5.282.769.658, berarti ada perbedaan  RP 579.000.000. “Pertanyaan Fraksi Partai Demokrat, kenapa terjadi perbedaan yang merugikan keuangan daerah Provinsi Bali dan kemana raibnya uang tersebut? Mohon penjelasan,” katanya.

Fraksi Partai Demokrat juga ingin mendapat penjelasan Gubernur berkenaan dengan berapa besar jumlah modal yang telah disetor yang dimiliki oleh PT BPD Bali sampai dengan akhir Tahun 2021 dan bagaimana posisi kepemilikan Modal yang disetor oleh Provinsi Bali?

Fraksi Nasdem PSI Hanura melalui juru bicara I Wayan Arta menyoroti ketidaksesuaian jumlah modal yang sudah disertakan pada Perusahaan Daerah Provinsi Bali.

Menurut Arta, berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5

Tahun 2010 tentang Penyertaan Modal Daerah, harusnya Rp 5.861.769.658. Namun sesuai laporan hasil pemeriksaan atas Laporan Keuangan dan Kinerja Pemerintah Provinsi Bali,

jumlah modal yang disertakan hanya Rp 5.282.769.658. Artinya

terjadi selisih hingga Rp 579 juta.

Arta juga ingin mendapatkan kejelasan bagaimana mekanisme penyertaan modal daerah selama ini. Dia juga menyoroti Keputusan

Gubernur Bali Nomor 377/01-C/HK/2021 tentang Besaran Penyertaan Modal Daerah kepada PT Bank Pembangunan Daerah Bali dan PT Penjaminan Kredit Daerah Provinsi Bali.

Disebutkan bahwa besaran Penyertaan Modal Daerah kepada PT Bank Pembangunan Daerah Bali (Bank BPD Bali) Rp 30 miliar dan PT

Penjaminan Kredit Daerah Provinsi Bali Rp 15 miliar. Dengan demikian,

jumlah modal yang sudah disertakan pada Bank BPD Bali Rp

644,9 miliar dan jumlah modal yang sudah disertakan pada PT Penjaminan Kredit Daerah Provinsi Bali sebesar Rp 135 miliar

Mencermati angka tersebut, ternyata penyertaan modal untuk Bank BPD Bali masih jauh dari target agar Pemerintah Provinsi Bali menjadi pemegang saham mayoritas, sekaligus pengendali perusahaan. Karena faktanya, sampai saat ini persentase saham Pemerintah Provinsi Bali di Bank BPD masih di kisaran 33,73%, dan ironisnya berada di bawah Kabupaten Badung yang berada di kisaran angka 43,91%. Padahal sebagaimana kita ketahui, lahirnya Bank BPD Bali ini diinisiasi oleh Pemerintah Provinsi Bali.

Wayan Rawan Atmaja yang membacakan pandangan umum Fraksi Partai Golkar juga mempertanyakan penyertaan modal Pemprov Bali pada Bank BPD Bali masih berada di bawah posisi Kabupaten Badung. Pada tahun 2021 PemProv. Bali baru menyetor dana Rp 30 miliar, padahal sesuai rencana strategis pengelolaan usaha (Corporate Plan) seharusnya Rp 235 miliar. Karena itu, Fraksi Golkar mengharapkan Pemprov Bali menganggarkan kembali Rp 100 miliar pada anggaran tahun 2022 dan sisanya pada anggaran induk tahun 2023.

Rawan Atmaja menyebutkan anggaran tersebut diperlukan di samping dalam rangka corporate plan juga sekaligus untuk memenuhi rasio kecukupan modal Bank BPD Bali, yaitu modal inti Bank BPD Bali minimal harus terpenuhi Rp 3 triliun.

Fraksi Gerindra dengan pembaca Ketut Juliarta mempertanyakan apakah Pemprov Bali sudah menjadi pemegang saham mayoritas dengan jumlah modal yang sudah disertakan pada PT Bank Pembangunan Daerah Bali Rp 644,9  miliar

“Sesuai pasal 36 ayat 1, Permendagri No 118 Tahun 2018 Tentang Rencana Bisnis, Rencana Kerja dan Anggaran, Kerjasama, Pelaporan dan Evaluasi BUMD? Bagaimanakah korelasinya setelah dilakukan penambahan penyertaan modal pada perusahaan daerah  dengan pendapatan daerah? Apakah mampu menghasilkan keuntungan?

Juliarta menyebutkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 5 Tahun 2010 tentang Penyertaan Modal Daerah sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Daerah Provinsi Bali  Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Penyertaan Modal Daerah sudah tidak sesuai dengan kondisi saat ini, Fraksi Partai Gerindra pun sepakat untuk dilakukan perubahan sesuai dengan Perundang-undangan yang berlaku. (bgn003)22021411

Comments
Loading...
Download Rytr Desktop for full access.