DPRD Bali Sidak Kawasan DAS, Temukan Perusahaan Manufaktur Dekat Hutan Mangrove
Denpasar, Baliglobalnews
DPRD Provinsi Bali melakukan inspeksi mendadak (sidak) ke sejumlah daerah aliran sungai (DAS) di Tohpati, Sungai Ayung, dan kawasan Mall Bali Galeria pada Rabu (17/9/2025). Mereka menemukan adanya perusahaan manufaktur yang berdiri di dekat hutan Mangrove.
Sidak dipimpin Ketua Pansus Tata Ruang, Aset dan Perizinan (TRAP) DPRD Bali I Made Suparta bersama BPN dan Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali-Penida, yang berlangsung terlebih dahulu di Tohpati dan menemukan bangunan yang berdiri di atas sempadan sungai. “Ini salah satu bukti pelanggaran di pinggir sungai. Pelanggaran penyempitan sungai dengan membangun tembok atau pagar, ini tidak boleh. Instruksi pada suratnya nanti dibongkar. Nantinya seluruh sepanjang aliran sungai,” kata Suparta kepada wartawan.
Dia menyatakan bangunan yang mencaplok pinggir sungai akan mendapat surat dari BWS dan diberikan teguran. Dimana, instruksi tegas pun sudah disiapkan. Seluruh bangunan yang melanggar sempadan sungai akan ditindak, bahkan dibongkar serentak di berbagai titik.
Kemudian rombongan bergeser ke kawasan sungai di sekitar Pantai Mertasari dan Tahura Mangrove, tepatnya di area Jalan By-pass Ngurah Rai. Dewan menemukan indikasi pelanggaran bangunan, yang diduga dilakukan perusahaan manufaktur. Pasalnya, bangunan berdiri di dekat hutan mangrove. Kemudian, meminta untuk memperlihatkan perizinannya. Namun, perusahaan belum dapat menunjukkan dokumen perizinan. “Kami berikan surat untuk menghentikan sementara aktivitas perusahaan pemasok bahan bangunan ini, setelah perusahaan tidak mampu menunjukkan dokumen perizinan ketika dimintai keterangan saat sidak,” katanya.
Suparta menjelaskan langkah tersebut merupakan sanksi administratif yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2023. “Ketika tidak bisa menunjukkan izin-izin, maka ada sanksi administratif. Sanksi administratif itu dengan melakukan kegiatan sementara ditutup. Sementara ditutup ya, sampai nanti manajemen bisa membawa bukti-bukti yang ada. Ini bukan penutupan permanen, bukan pembongkaran, tapi penghentian sementara kegiatan usaha,” terangnya.
Menurut dia, kawasan mangrove yang seharusnya berfungsi sebagai daerah resapan kini beralih menjadi kawasan industri. Karena itu, pansus akan mendalami status tanah perusahaan bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN). “Apakah ini tanah alih fungsi dari mangrove menjadi industri? Apakah ini tanah negara, tanah hasil konversi, atau tanah hak milik? Itu nanti kita perdalam dengan BPN. Kalau ada manipulasi, kita rekomendasikan pendekatan hukum. Jangankan yang belum berizin, yang sudah berizin pun kalau ada manipulasi akan kita cabut juga,” jelasnya.
Menurut informasi BPN, kawasan itu rata-rata lahan yang dimiliki masyarakat berkisar 26-28 are, bahkan ada yang sampai 60 are. Pansus akan mengevaluasi semua status kepemilikan. “Kalau besok atau lusa manajemen bisa menunjukkan izin dan dokumen asli, sekaligus dengan BPN dan OPD terkait, maka akan kita klarifikasi lagi. Kalau benar, tidak masalah. Kalau tidak, tentu ada konsekuensi hukum,” tegasnya.
Supartha mengatakan perusahaan manufaktur itu merupakan perusahaan penanaman modal asing (PMA) milik warga negara Rusia. “Yang jelas ini PMA, orang Rusia. Nanti direkturnya dengan tim hukum akan kita undang untuk memberikan keterangan,” jelasnya.
Di lain pihak, seorang pegawai bernama Elda Rizky menyampaikan perusahaan tersebut bergerak di bidang manufaktur bahan bangunan. Pihaknya tidak mengetahui secara detail terkait kepemilikan perusahaan, namun membenarkan bahwa pemiliknya merupakan warga negara asing. “Yang saya tahu orang luar Rusia, tapi untuk pastinya saya juga kurang tahu ya,” ujarnya. (bgn008)25091717