Media Informasi Masyarakat

Pemilik Warung dan Vila di Pantai Bingin Memohon Pemerintah Beri Waktu 5-10 Tahun

Badung, Baliglobalnews

Puluhan pemilik warung warung, restoran dan vila di Kawasan Pesisir Pantai Bingin, Desa Pecatu, Kecamatan Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Bali, memohon kepada pemerintah agar memberikan kelonggaran waktu minimal 5 tahun atau 10 tahun untuk mengelola kawasan wisata setempat.

“Kami pemilik warung di Pantai Bingin berharap adanya keadilan dengan bernegosiasi dengan Bupati Badung untuk meminta waktu minimal 5 tahun atau 10 tahun agar bisa mengelola pesisir Pantai Bingin secara tertulis,” kata Koordinator Aksi Persatuan Pedagang Pantai Bingin, Nyoman Musadi, didampingi Made Sarja wartawan di Badung pada Senin (21/7/2025).

Permohonan tersebut disampaikan Nyoman Musadi usai melakukan aksi damai penolakan penggusuran puluhan bangunan warung dan vila di Pantai Binggin. Dimana, dia bersama sejumlah masa mengakui telah turun-temurun mengais rejeki di kawasan setempat sebagai nelayan dan petani pandan. “Karena dari dulu orangtua kami mencari nafkah di Pantai Bingin dengan menjadi nelayan dan berkebun pandan di tebing. Dan seiring perkembangan zaman akhirnya mengikuti dan melanjutkan pesisir ini,” katanya.

Hal senada dikatakan kuasa hukum warga, Alex Barung menegaskan, penguasaan lahan oleh warga terjadi sebelum peraturan kawasan lindung dan sempadan pantai ditetapkan. Menurut dia, pemerintah seharusnya menyediakan alternatif pekerjaan terlebih dahulu sebelum melakukan relokasi. “Sejak awal kawasan itu telah menjadi sumber penghidupan masyarakat yang bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani. Namun, seiring perubahan tata ruang dan penetapan status kawasan lindung, warga justru disudutkan seolah-olah menjadi pelanggar hukum,” katanya.

Dia menilai pemerintah perlu menyediakan solusi pengganti mata pencaharian bagi warga terdampak. Menurut dia, negara seharusnya hadir dengan skema penempatan kerja baru atau pelatihan keterampilan, bukan justru melepaskan tanggung jawab atas realitas sosial ekonomi di kawasan tersebut.

Mengingatkan adanya payung hukum yang memungkinkan masyarakat menggunakan tanah negara untuk mengurangi kemiskinan. “Ada peraturan reforma agraria, itu Nomor 86 Tahun 2018, Pasal 2 ayat 2 menyatakan bahwa penggunaan tanah negara itu untuk mengurangi kemiskinan,” ucapnya.

Hal yang sama dikatakan Kuasa hukum Morabito Art Cliff, Ussyana Dethan, menyampaikan sejumlah perizinan seperti NPWP, izin restoran, dan alkohol telah dimiliki dan dijalankan secara sah. Bahkan, Morabito telah mendaftar dalam proses legalisasi pengelolaan lahan yang dibuka oleh pemerintah sejak 2023, dan sudah disurvei oleh Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) pada 2024. “NPWP sudah dibayar oleh Morabito. Namun, mengapa langkah-langkah administratif yang telah dilakukan tidak ditindaklanjuti oleh pemerintah,” katanya.

Ussyana juga menekankan bahwa Morabito mempekerjakan hingga 150 orang, yang kini nasibnya terancam jika pembongkaran dilakukan. Sehingga, dirinya meminta pemerintah bersikap lebih bijak dan merancang pendekatan yang matang, termasuk menyiapkan lapangan kerja baru dan skema kompensasi yang layak. “Melakukan tindakan itu harus ada perencanaan yang matang. Sudah menyiapkan lapangan kerja buat karyawan kami, kemudian kompensasi. Nah untuk ganti rugi, kami berhak minta ganti rugi,” katanya. (bgn008)25072110

Comments
Loading...
Professional content generation app: GitHub page.