DPRD Bali Keluarkan Rekomendasi Bongkar Bangunan Liar di Pantai Bingin
Denpasar, Baliglobalnews
DPRD Provinsi Bali mengeluarkan rekomendasi tegas untuk menghentikan seluruh kegiatan dan membongkar bangunan-bangunan liar di kawasan Pantai Bingin, Desa Pecatu, Kabupaten Badung.
Dalam rapat kerja Komisi I DPRD Bali bersama sejumlah OPD Provinsi Bali, perwakilan Pemkab Badung serta para pemilik usaha dan pengelola bangunan di kawasan Pantai Bingin dan Step Up, di Denpasar, pada Selasa (10/6/2025), Ketua Komisi I I Nyoman Budiutama juga mengevaluasi aktivitas pembangunan oleh PT Stepp Up Solusi Indonesia. “Kami Komisi I merekomendasi agar meminta Satpol PP menghentikan seluruh aktivitas pembangunan dan usaha di kawasan Pantai Bingin dengan memasang garis ‘POL PP LINE’ sebagai langkah awal sanksi administratif,” katanya.
Rekomendasi kedua, melakukan penutupan usaha dan pengosongan bangunan sebelum pembongkaran. Ketiga, melaksanakan pembongkaran fisik bangunan dan pemulihan kawasan sebagai ruang terbuka hijau (RTH) dan kawasan suci. Keempat, memproses hukum seluruh pihak yang terlibat, termasuk pejabat yang terbukti melakukan pembiaran.
Selain fokus pada pelanggaran di Pantai Bingin, para Dewan juga menyoroti pelaksanaan pembangunan oleh PT Stepp Up Solusi Indonesia. Perusahaan tersebut disinyalir melanggar sejumlah ketentuan tata ruang, khususnya karena membangun di zona tebing curam dan melakukan perubahan bentang alam tanpa izin, termasuk pemotongan bukit dan reklamasi pantai. DPRD menilai aktivitas tersebut tidak hanya merusak lingkungan, tapi juga mengabaikan nilai-nilai budaya serta norma arsitektur khas Bali.
“Pelanggaran paling mencolok adalah ketinggian bangunan yang melebihi batas maksimal 15 meter sebagaimana diatur dalam Pasal 100 ayat (2) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Bali Tahun 2023–2043. Meski aturan tersebut tidak mencantumkan sanksi administratif secara eksplisit, DPRD menilai pelanggaran tetap dapat diproses melalui ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung,” tegasnya.
Selain itu, kata dia, rekomendasi DPRD meminta pemberhentian, menutup seluruh kegiatan dalam pembangunan hotel dan fasilitas lainnya serta diberikan sangsi tegas karena telah merusak alam Bali dan melanggar aturan perundang-udangan yang berlaku kepada PT Stepp Up Solusi Indonesia sampai pencabutan ijin dalam upaya menyelamatkan alam Bali dari kerusakan yang ditimbulkan.
Dalam forum itu juga ditegaskan pentingnya pendekatan hukum yang komprehensif. DPRD menggunakan kajian hukum berjenjang atau stufenbau yang merujuk pada teori Hans Kelsen. Berdasarkan teori ini, peraturan daerah tak boleh bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi. Dalam konteks ini, Perda Kabupaten Badung tak boleh menyalahi Perda Provinsi, apalagi Undang-Undang.
Dia menambahkan, kurang lebih 45 bangunan yang terdiri atas vila, homestay, restoran, dan fasilitas wisata lainnya diduga melanggar sejumlah peraturan perundang-undangan, mulai dari aturan tata ruang, lingkungan hidup, hingga indikasi penyerobotan tanah negara.
Menurut Budiutama, kondisi Pantai Bingin kini memperlihatkan wajah pariwisata Bali yang menjauh dari nilai-nilai kearifan lokal. “Bangunan yang tidak sesuai peruntukan bukan hanya melanggar hukum, tapi juga mencederai filosofi arsitektur Bali yang mengedepankan harmoni dengan alam, budaya, dan spiritualitas,” ujarnya.
Berdasarkan hasil pemantauan Satpol PP Provinsi Bali yang dituangkan dalam surat Nomor R.22.300.1/5129/Bid II/Satpol PP tanggal 10 Mei 2025, diketahui bahwa sejumlah bangunan seperti vila, bungalow, homestay, hingga restoran berdiri di sepanjang pesisir Pantai Bingin dan tepi jurang. Sebagian dikelola oleh WNI, sebagian lagi oleh WNA, dan sebagian lagi melibatkan keduanya. Yang menjadi sorotan utama, bangunan-bangunan tersebut memanfaatkan tanah negara dan melanggar batas sempadan pantai maupun garis tepi jurang.
Sementara Anggota Komisi I DPRD Bali I Made Supartha menyebutkan beberapa regulasi yang dijadikan dasar dalam kajian ini antara lain Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir, UU Nomor 32 Tahun 2014 tentang Kelautan, hingga Peraturan Presiden Nomor 51 Tahun 2016 tentang Batas Sempadan Pantai dan masih ada banyak lainnya.
Di tingkat lokal, rujukannya adalah Perda Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2023 tentang RTRW 2023–2043 dan Perda Nomor 4 Tahun 2023 tentang Haluan Pembangunan Bali Masa Depan 100 Tahun Bali Era Baru. “Kalau udah melanggar itu semua, itu juga artinya melanggar Nangun Sat Kerthi Loka Bali, haluan Pembangunan Masa Depan Bali 100 tahun kedepan yang disampaikan Gubernur Bali Wayan Koster. Itu hulunya, filosofinya, Kalau enggak kita tegakkan habis Bali ini nanti ke depan. Ini sebagai yurisprudensi,” pungkasnya.
Sementara penasihat hukum salah satu pemilik bangunan, Usiana Dethan, ditemui usai rapat kerja menyatakan bersikap menunggu keputusan akhir pemerintah terkait rekomendasi pembongkaran bangunan liar yang dinilai melanggar peraturan.
Menurut Usiana, polemik keberadaan bangunan di kawasan tersebut sudah berlangsung lama, bukan perkara baru. “Dari korporasi sendiri kami sudah sampaikan, sekarang tinggal menunggu tindakan pemerintah. Ini sudah lama sekali, bukan baru kemarin,” ujarnya.
Dia menyebutkan para pemilik bangunan di Pantai Bingin pada dasarnya bersedia mengikuti kebijakan pemerintah. Bahkan sebagian besar telah diarahkan untuk melakukan registrasi oleh Pemerintah Kabupaten Badung. Saat ini belum ada kepastian bagaimana hasil akhir dari rekomendasi DPRD tersebut, karena baru akan diserahkan ke pihak eksekutif. “Kami hanya menunggu. Apakah akan dibongkar, ditutup, atau justru akan ada bentuk pengelolaan bersama antara Pemkab Badung dan Pemprov Bali. Itu yang belum jelas,” lanjutnya. (bgn008)250610